Powered By Blogger

Kamis, 31 Desember 2009

KRITERIA KETUNTASAN MINIMAL (KKM)

Pengantar:
Materi yang disajikan di bawah ini, aslinya saya susun dalam bentuk PowerPoint. Namun karena kendala teknis, maka kemudian diketik dalam Ms Word. Materi ini disampaikan ketika sekolah mempercayakan kepada saya untuk menjadi pembicara dalam Workshop Implementasi Layanan Pendidikan Sekolah Standar Nasional (SSN) di SMA Negeri 1 Pagak Tahun Pembelajaran 2009/2010 (tingkat lanjutan) pada 2—5 Nopember 2009. Selain sebagai pemateri tentan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM), sekolah juga mempercayakan saya untuk menyampaikan materi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Sekedar diketahui, kegiatan sejenis workshop ini telah dilaksanan sejak menyongsong Kurikulum 2004 yang lebih dikenal dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) hingga penerapan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) saat ini, dilaksanakan pada setiap semester, setiap Tahun Pembelajaran. Semester 1 Tahun Pembelajaran 2009/2010 ini saja, SMA Negeri 1 Pagak telah melaksanakan workshop sebanyak dua kali. Sebelumnya dilaksanakan pada awal semester 1 Tahun Pembelajaran 2009/2010. Beberapa kali pula saya dipercaya sekolah untuk ikut menyampaikan materi, walau sebenarnya saya, sungguh tidak memiliki kelebihan apapun. Karena kehendak Allah semata, saya sedikit lebih tahu dulu tentang KBK melalui Workshop MGMP Geografi Tingkat Jawa Timur 2005 yang diselenggarakan oleh Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Timur, tentang KTSP melalui Workshop MGMP Geografi Tingkat Jawa Timur yang diselenggarakan oleh P3G IPS dan PMP (kini P4TK IPS dan PKn) Malang 2006, Bintek KTSP Tingkat Kabupaten Malang yang diselenggarakan oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Malang 2007, Diklat Sertifikasi Guru yang diselenggarakan oleh BPSG Rayon 15 Universitas Negeri Malang 2008, Workshop Peningkatan Kompetensi Guru Tingkat Kabupaten Malang yang diselenggarakan oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Malang 2008; di samping juga pertemuan-pertemuan yang diselenggarakan oleh MKKS SMA Negeri Kabupaten Malang dan MGMP Lintas Matapelajaran Kabupaten Malang.

Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang dikembangkan dalam KTSP 2006 ini merupakan penyempurnaan dari Standar Ketuntasan Belajar Minimal (SKBM) yang pernah diterapkan pada Kurikulum 2004 (KBK). Penyusunan KKM ini berikutnya bersumber dari materi-materi yang saya peroleh dari berbagai kegiatan tersebut di atas. Kemudian, setelah workshop yang dilaksanakan 2—5 Nopember 2009 lalu, ternyata masih ada beberapa teman yang membutuhkan materi tersebut. Lantaran hal itu, maka saya berkeputusan untuk memasukkan materi KKM itu ke dalam blog nuansa masel, dengan harapan apabila ada rekan-rekan guru yang membutuhkan tinggal mengklik dan mengambilnya. Muaranya rekan-rekan guru dapat segera menyusun KKM matapelajaran yang diajarkannya pada setiap menjelang/awal semester, atau bahkan pada setiap awal tahun pembelajaran. Hakekatnya menyusun KKM ini relatif mudah, walaupun ada yang lebih mudah, yakni tinggal mengucapkan/menuliskan (dengan perkiraan kasar) tanpa harus bersusah payah melakukan tahapan-tahapan penentuan KKM. Misalnya matapelajaran A, KKMnya 75. Namun hal tersebut apakah sudah sesuai dengan kondisi obyektif yang ada di sekolah?
Pada kesempatan ini saya tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada Bapak Drs. Supa’at, M.Hum., M.Si selaku Kepala SMA Negeri 1 Pagak serta Bapak Drs. Teguh Pramono dkk selaku panitia workshop yang telah memberi kepercayaan kepada saya untuk menyusun dan menyajikan KKM ini.

Pengertian KKM
Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) adalah tingkat pencapaian kompetensi dasar yang harus diperoleh siswa per matapelajaran. Berikutnya KKM ini dinyatakan dalam bentuk angka puluhan dan berupa bilangan bulat. Misalnya 65, 70, 75, 78, dsb. Jadi siswa sudah dinyatakan tuntas dalam suatu kompetensi dasar (KD) atau dalam suatu standar kompetensi (SK) atau bahkan suatu matapelajaran (MP), jika siswa tersebut telah memperoleh nilai minimal sesuai KKM yang ditetapkan. Kalau KKM matapelajaran A adalah 75, maka siswa yang dinyatakan tuntas apabila minimal telah memperoleh 75. Sedang siswa yang belum mencapai nilai KKM, misalnya 70, maka siswa tersebut dinyatakan belum tuntas. Siswa yang belum tuntas harus diberi pengulangan atau diberi remidi pada materi yang belum tuntas tadi.

Tujuan Penentuan KKM
Ada dua tujuan utama dalam penentuan KKM, yaitu:
1. Menentukan target kompetensi yang harus dicapai siswa.
2. Sebagai acuan untuk menentukan kompeten atau tidak kompetennya siswa dalam suatu
matapelajaran.

Manfaat Penentuan KKM
Manfaat yang diperoleh dalam penentuan KKM ini adalah:
1. Sekolah, guru, dan siswa memiliki ukuran/patokan yang jelas dalam menentukan
ketuntasan belajar.
2. Adanya keseragaman batas KKM setiap matapelajaran pada setiap kelas paralel,
walaupun guru yang mengajar matapelajaran tersebut lebih dari satu orang.

Langkah-langkah Penentuan KKM
KKM Indikator--KKM KD--KKM SK--KKM MP

Urut-urutan yang harus dilakukan dalam penentuan KKM adalah:
1. Menentukan KKM indikator pada suatu kompetensi dasar (KD) yang ada pada silabus
masing-masing matapelajaran. Misalnya matapelajaran (MP) A pada KD 1.1 dalam
silabus terdapat 10 indikator, maka langkah pertama yang dilakukan adalah
menentukan KKM pada setiap indikator tersebut, satu per satu sampai 10 indikator
tersebut telah memiliki KKM. Cara menentukan KKM indikator yaitu dengan
menjumlahkan ketiga kriteria KKM dibagi tiga. Misalnya jumlah ketiga kriteria
KKM adalah 225, maka KKM indikator yang dimaksud adalah 225 : 3 = 75
2. Menentukan KKM kompetensi dasar (KD) diperoleh dari penjumlahan KKM indikator
dibagi jumlah indikator. Misalnya MP A pada KD 1.1 terdapat 10 indikator. Jumlah
KKM dari seluruh indikator, misalnya 750. Jadi KKM KD 1.1 adalah 750 : 10 = 75.
3. Langkah berikutnya adalah menentukan KKM standar kompetensi (SK) dengan jalan
menjumlahkan KKM seluruh KD dibagai jumlah KD. Misalnya MP A pada SK 1 memiliki 4
KD dan jumlah KKM seluruh KD adalah 350. Jadi KKM SK 1 tersebut adalah 350 : 4 =
87,5.
4. Menetapkan KKM matapelajaran (MP) ditempuh dengan jalan menjumlahkan KKM SK pada
suatu semester dibagi jumlah SK pada suatu semester itu. Misalnya ada dua SK.
Jadi KKM MP tersebut pada semester tertentu adalah 158 : 2 = 79.

Unsur-unsur dalam KKM
1. Kompleksitas (tingkat kesulitan)
Tingkat kompleksitas merupakan tingkat kerumitan dari SK, KD, dan indiktor.
Tingkat Kompleksitas dikatakan tinggi jika materi pelajaran yang dimaksud dalam
SK, KD, dan indikator sangat sulit dan dalam pelaksanaanya menuntut:
- Kemampuan sumberdaya manusia dalam memahami kompetensi yang harus dicapai siswa,
di samping juga diperlukan usaha kreatif dan inovatif dalam melaksanakan
pembelajaran.
- Waktu yang cukup lama karena perlu pengulangan dalam pembahasan materi
pelajaran.
- Penalaran dan kecermatan siswa yang tinggi.
Sebaliknya, semakin rendah tingkat kompleksitas, maka semakin mudah materi
pelajaran yang terkandung dalam SK, KD, dan indikator tersebut.
Rentangan tingkat kompleksitas:
50 — 65 = tinggi
66 — 80 = sedang
81 —100 = rendah

2. Daya dukung
Daya dukung adalah faktor-faktor yang mendukung dalam proses pembelajaran,
meliputi:
- Latar belakang guru
Latar belakang guru merupakan salah satu faktor penting dalam daya dukung. Latar
belakang guru dikatakan memiliki daya dukung yang tinggi apabila guru yang
dimaksud memiliki kemampuan mengajar suatu matapelajaran sesuai jurusan/lulusan
yang tercantum dalam ijazanya dan sesuai tingkatan pendidikannya. Misalnya guru
matapelajaran Biologi SMA berlatarbelakang lulusan pendidikan Biologi minimal
program S1/D4.
- Sarana dan prasarana yang menunjang proses pembelajaran
Sarana dan prasarana yang menunjang proses pembelajaran ini dikatakan memiliki
daya dukung yang tinggi, apabila:
- Tersedia/memiliki gedung/kelas untuk melaksanakan proses pembelajaran, bahkan
memiliki laboratorium atau yang sejenisnya, misalnya lapangan olahraga untuk
matapelajaran Penjaskes, mushalla/masjid/tempat ibadah untuk Pendidikan Agama.
- Memiliki perpustakaan dengan koleksi buku yang mencukupi kebutuhan siswa.
- Setiap siswa memiliki buku pelajaran dan sumber belajar lainnya. Demikian
pula halnya dengan guru. Jumlah buku rujukan yang dimiliki guru juga ikut
berpengaruh.
- Memiliki ketercukupan media pembelajaran/alat peraga, bahkan memiliki
jaringan internet.
- Manajemen sekolah
Manajemen sekolah dikatakan memiliki daya dukung yang tinggi apabila sekolah
tersebut telah mengembangkan Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah
(MPMBS), yaitu sekolah yang telah memberdayakan segenap potensi sekolah.
Potensi sekolah itu meliputi kepala sekolah, guru, staf tata usaha, pesuruh dan
penjaga sekolah, serta sarana dan prasarana yang ada.
- Stake holder
Stake holder adalah penopang keberlangsungan sekolah dan proses pembelajaran
yang berlangsung. Stake holder dikatakan memiliki daya dukung yang tinggi
apabila Komite Sekolah dan orangtua/wali murid memiliki komitmen yang tinggi
dalam mendukung terwujudnya proses pembelajaran, serta adanya jaringan
kerjasama dengan pihak lain.
Rentangan untuk daya dukung:
55 — 69 = rendah
70 — 84 = sedang
85 —100 = tinggi

3. Intake siswa
Intake siswa merupakan tingkat kemampuan siswa, diwujudkan dengan prestasi siswa
(berupa nilai) yang diprediksikan mampu untuk menyelesaikan materi pembelajaran
yang terkandung dalam indikator, KD, dan SK.
- Penentuan KKM untuk semester1 yang mendasarkan pada intake siswa bisa diambil
dari:
a. Nilai ijazah (Nilai Ujian Nasional murni) bagi siswa baru, kelas X.
b. Hasil penilaian awal ketika tes masuk atau ketika Masa Orientasi Siswa (MOS)
bagi siswa baru, kelas X.
c. Gabungan dari a dan b bagi siswa baru, kelas X.
d. Nilai raport (Laporan Hasil Belajar Siswa) kenaikan kelas bagi siswa kelas
XI dan kelas XII.
e. Nilai asli dari Ulangan Kenaikan Kelas (UKK) bagi siswa kelas XI dan XII.
- Penentuan KKM untuk semester 2 yang mendasarkan pada intake siswa bisa diambil
dari:
a. Nilai raport (Laporan Hasil Belajar Siswa) semester 1 pada semua kelas.
b. Nilai hasil Ulangan Akhir Semester (UAS).
Rentangan untuk intake siswa:
40 — 59 = rendah
60 — 79 = sedang
80 —100 = tinggi

Penentuan KKM di samping menggunakan cara tersebut di atas, ada juga bentuk lain
yang bisa dipakai. Bentuk lain tersebut menggunakan angka satuan. Bentuk tersebut
adalah:
1. Kompleksitas:
- Tinggi = 1
- Sedang = 2
- Rendah = 3
2. Daya dukung:
- Tinggi = 3
- Sedang = 2
- Rendah = 1
3. Intake siswa:
- Tinggi = 3
- Sedang = 2
- Rendah = 1

Jika kita menggunakan bentuk ini dalam menetapkan KKM, maka misalnya suatu indikator memiliki kriteria: kompleksitas tinggi, daya dukung sedang, dan intake siswa sedang--rumus nilai KKM-nya adalah:
kompleksitas (tinggi) + daya dukung (sedang) + intake siswa (sedang) : 9 x 100.
Dengan demikian KKM indikator yang dimaksud adalah: 1 + 2 + 2 : 9 x 100 = 55,56 dibulatkan menjadi 56. Ingat, angka KKM dinyatakan dalam bilangan bulat.Bila angka di belakang koma < 0,5 dibulatkan ke bawah, sedang > 0,5 dibulatkan ke atas.


Sabtu, 26 Desember 2009

EKSISTENSI TOKEK TERANCAM



Thok, othok-othok, tek….. kek! Itulah bunyi nyaring binatang yang sering bersembunyi di balik almari gudang rumah yang saya tinggali. Namun akhir-akhir ini suara khas itu hampir tak terdengar lagi. Kalaupun terdengar, suara itu tak selantang dahulu. Suara yang keluar serasa serak dan terkesan agak takut-takut. Mungkin takut keberadaanya diketahi sang pemburu yang setiap saat mengincar dan menangkapnya. Keberadaannya akhir-akhir ini memang sedang terusik. Eksistensinya terancam. Tulisan tentang tokek ini tidak berkaitan dengan cicak vs buaya seperti yang pernah gencar diberitakan oleh berbagai media massa beberapa waktu yang lalu. Tulisan ini lebih mengarah pada perburuan tokek (gecko) oleh segelintir orang untuk kepentingan komersial yang kelihatannya hanya bersifat tren sesaat.

Tokek merupakan hewan golongan reptilia bertulang belakang (vertebrata) yang berjalan secara melata atau merayap. Menurut bu Suyati, seorang guru Biologi bahwa tokek ini tidak ada nama ilmiahnya. Menurutnya, tokek termasuk dalam filum chordata, subfilum vertebrata, kelas reptilia, bangsa squamata, subordo lacertilia.

Bangsa kadal (lacertilia) ini bisa merayap pada media dinding yang berkemiringan 90°, bahkan pada langit-langit rumah hingga tubuhnya sanggup bertahan dari pengaruh gravitasi. Hal ini menurut pak Budi Antoro yang juga guru Biologi, lantaran pada telapak kakinya terdapat lapisan karet elastis yang berperekat. Kakinya berkembang baik sebagai alat jalan, karena otot lengan (lacertus) tumbuh dengan baik, dilengkapi lima jari kaki dengan kuku-kukunya yang meruncing. Tubuhnya bersisik halus pipih, berwarna abu-abu terang dihiasi bintik-bintik merah kecoklatan. Tokek termasuk berdarah dingin yang jantungnya memiliki empat ruang yang tidak sempurna. Ekornya memanjang. Menurut pengamatan saya, tokek termasuk hewan yang cenderung aktif pada malam hari (nocturnal). Makanan utamanya serangga. Cara perkembangbiakannya dengan bertelur, sama seperti saudara dekatnya, kadal dan cicak. Juga sama dengan saudara jauhnya, bangsa buaya (crocodilia). Tokek ini bisa hidup di alam bebas maupun hidup berdampingan/dekat dengan manusia. Tokek yang hidup di alam bebas, biasanya habitatnya bisa berupa daerah perkebunan atau bahkan di hutan. Mereka menempati lubang-lubang atau celah-celah pohon sebagai tempat berlindung. Menurut pengamatan saya, tokek termasuk hewan yang cenderung aktif pada malam hari (nocturnal). Hal ini didasarkan atas dua hal: 1. perilaku tokek tersebut dalam mencari mangsa dan berbunyi, 2. aktifitas manusia dalam berburu tokek itu sendiri. Ketika Matahari tenggelam di ufuk barat dan hari berganti malam, mulailah tokek-tokek bermunculan mencari mangsa. Di gelapnya malam itu pulalah tokek lebih sering memperdengarkan kebolehannya dalam bernyanyi dibanding pada siang hari. Lantaran itu pulalah para pemburu lebih cenderung berburu tokek di malam hari. Seorang tetangga saya, selain sebagai pengepul, dia juga berburu sendiri ketika malam hari. Biasanya dia berburu mulai sekitar pukul 19.00 sampai tengah malam.

Tokek merupakan salah satu kekayaan plasma nutfah Indonesia. Tokek sebagai plasma nutfat, artinya, menurut pak Budi Antoro: “merupakan galur murni atau turunan yang belum pernah diganggu/diolah-alih oleh manusia”.

Tokek yang terpampang pada gambar ini, mungkin tokek yang berhasil melolosan diri dari kerangkeng penampungan milik tetangga sebelah yang memang berprofesi dadakan sebagai penangkap sekaligus sebagai pengepul tokek tingkat desa. Hal ini terjadi karena tetangga saya yang sebelumnya berprofesi sebagai sopir mobil pick up pengangkut bahan bangunan itu sempat nyeletuk, “wah lepas”. “Apanya yang lepas mas?”, tanya saya. “Tokek”, jawabnya singkat. Hal ini dikuatkan oleh tetangga depan rumah yang juga berprofesi sambilan sebagai pemburu tokek. Sempat ada dua ekor tokek buntung yang masuk ke rumah yang saya tinggali, di samping tokek berekor utuh yang rajin berbunyi di balik almari itu. Kebuntungan ekor tokek itu sendiri mungkin terjadi ketika dalam proses penangkapan atau akibat bertarung dengan sesama tokek ketika terkumpul di sangkar penampungan.

Sebelum tokek-tokek tersebut dikirim atau diambil sendiri oleh tengkulak, tokek-tokek itu ditempatkan di sangkar penampungan yang berukuran 1m x 0,5m x 0,5m. Selama berada dalam sangkar penampungan, para pengepul memberi makan tokek-tokek tersebut dengan jangkrik yang dibeli di kios penjual makanan burung. Menurut penuturan, ada seorang pemburu yang memperoleh tokek sebanyak 100ekor, ukuran besar dan kecil yang dimasukkan dalam satu sangkar penampungan.

Seorang sumber yang juga tetangga saya mengatakan bahwa harga tokek itu mahal. Seekor tokek yang besar dihargai Rp 35juta. “Masak pak, tokek dihargai sebesar itu? Rp 35juta itu nolnya enam lho!”, sergah saya. Ternyata ucapan itu senada yang disampaikan oleh pak Prayogi yang juga pakar pendidikan Biologi. Bahkan beliau mengatakan bahwa tokek yang beratnya lebih dari 3ons bisa laku milyaran rupiah. “Yang mahal itu tokek rumahan. Sedang tokek yang ditangkap dari alam bebas harganya murah”, tambahnya dengan tidak memberikan rincian lebih lanjut. Realitanya seorang pemburu sambilan menjual hasil tangkapannya seukuran dua jari orang dewasa oleh pengepul dihargai Rp 2.000,- Sedang yang beratnya 2,3ons dibeli dengan harga Rp 3.000,- Menurut penuturan seorang pemburu sambilan tadi, dia bersama tiga orang temannya pernah dapat tokek seberat 2,5ons dan laku Rp 25.000,- Harga itu ternyata sangat bervariatif. Tokek yang beratnya kurang dari 3ons menurut pak Budi Antoro di Kepanjen dihargai antara Rp 6.000,- sampai Rp 10.000,- Sedang yang beratnya lebih dari 3ons bisa laku ratusan ribu rupiah. Tokek-tokek itu awalnya dijual hidup-hidup. Pembelinya orang Malang. Lalu berapa rupiah pengepul itu menjual tokek-tokeknya ke tengkulak? Rupanya pengepul dan keluarganya merahasiakannya. Tidak mau berterus-terang. Jelasnya pengepul ini akan menjualnya ke seorang tengkulak asal Pasuruan. Dari tengkulak ini kemudian disetor ke eksportir di Surabaya. Jadi jalur distribusi tokek ini adalah: pemburu tokek—pengepul—tengkulak—eksportir.

Diekspor kemana tokek-tokek tersebut? Seorang pemburu menuturkan bahwa tokek tersebut diekspor ke Amerika, tetapi kemudian diralat, ekspornya ke Cina. Pak Budi Antoro juga mengatakan bahwa tujuan ekspornya ke Cina. Menurut pak Yogi, tokek tersebut diekspor dalam wujud dikeringkan setelah melalui proses pemanggangan.

Pertanyaan berikutnya, untuk apakah tokek tersebut? Masyarakat lokal ada yang memanfaatkan untuk obat penyakit gatal-gatal, tutur bu Suyati. Informasi lain menyatakan bahwa tokek-tokek itu di Cina diolah menjadi ramuan obat. Cina memang dikenal sebagai penghasil ramuan obat dari berbagai macam binatang. Pak Budi Antoro menerangkan bahwa ada yang mengatakan tokek tersebut untuk obat penyakit HIV. Kemudian saya bertanya, “apa tokek itu mengandung racun?” “Ada, dalam jumlah kecil dan racunnya itu tidak berbisa.”, ucap pak Budi Antoro menerangkan.

Fenomena perburuan tokek ini jelasnya di satu sisi menambah lapangan kerja baru dan menambah penghasilan, di sisi lain jumlah populasi tokek ini terancam mengalami penurunan secara signifikan. Lantaran hal ini, mungkin kelak ada profesi baru lagi, yakni penangkaran tokek! Mudah-mudahan tokek-tokek tersebut digunakan untuk kepentingan positif, untuk ramuan obat penyakit tertentu, walau ada ahli yang mengatakan bahwa tokek, juga cula badak, dsb tidak bisa dijadikan obat; hanya sugesti dan hanya berupa mitos (Dari berbagai sumber).

Kamis, 24 Desember 2009

PENGARUH PEMBANGUNAN JALUR LINTAS SELATAN TERHADAP KUNJUNGAN WISATA DI KOMPLEKS PESISIR JONGGRING SALOKA

Diajukan dalam Rangka
Lomba Karya Tulis Ilmiah Pelajar (LKTIP) Tingkat SMA/Sederajat Se-Jawa Timur


OLEH:
1. ANNISAA NURUL ATIQAH
NIS. 4631
2. NURMA WULANSARI
NIS. 4748
3. RIRIT LAILATUZ ZUKHRO
NIS. 4765



SMA NEGERI 1 PAGAK
Jl. Kahuripan No. 4 Sumbermanjingkulon, Kecamatan Pagak
Kabupaten Malang
2007


PENGARUH PEMBANGUNAN JALUR LINTAS SELATAN TERHADAP KUNJUNGAN WISATA DI KOMPLEKS WISATA PESISIR JONGGRING SALOKA

Diajukan Dalam Rangka
Lomba Karya Tulis Ilmiah Pelajar (LKTIP) Tingkat SMA/Sederajat Se-Jawa Timur

OLEH:
1. ANNISAA NURUL ATIQAH
NIS. 4631
2. NURMA WULANSARI
NIS. 4748
3. RIRIT LAILATUZ ZUKHRO
NIS. 4765



SMA NEGERI 1 PAGAK
Jl. Kahuripan No. 4 Sumbermanjingkulon, Kecamatan Pagak
Kabupaten Malang
2007



LEMBAR PENGESAHAN


Judul : PENGARUH PEMBANGUNAN JALUR LINTAS SELATAN TERHADAP KUNJUNGAN WISATA DI KOMPLEKS WISATA PESISIR JONGGRING SALOKA
Jenis lomba : Lomba Karya Tulis Ilmiah Pelajar Tingkat SMA/Sederajat Se-Jawa Timur
Oleh : 1. ANNISAA NURUL ATIQAH (4631)
2. NURMA WULANSARI (4748)
3. RIRIT LAILATUZ ZUKHRO (4765)

Sumbermanjingkulon, 10 Maret 2007

Ketua Kelompok


NURMA WULANSARI
NIS. 4748


Guru Pembimbing I



ISWAHYUDIHARTO
NIP. 131559933


Guru Pembimbing II



SITI KOMARIYAH S.Pd
NIP. 13228109


Mengetahui,
KEPALA SMA Negeri 1 Pagak


Drs. SUPA’AT, M.Hum.
NIP. 131668208



KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi Rabbil Alamin, kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan nikmat, rahmat, hidayat, lindungan, izin, dan ridhaNya sehingga Karya Tulis
Ilmiah Pelajar Tingkat SMA/Sederajat se-Jawa Timur Tahun 2007 yang berjudul ”Pengaruh
Pembangunan Jalur Lintas Selatan Terhadap Kunjungan Wisata Di Kompleks Wisata Pesisir
Jonggring Saloka” dapat terselesaikan.
Kami selaku tim penyusun Karya Tulis Ilmiah Pelajar ini mengucapkan terima kasih
kepada yang terhormat:
1. Bapak Drs Supa’at, selaku kepala sekolah yang bersedia membantu dan memberi dukungan
sehingga Karya Tulis Ilmiah ini dapat diselesaikan dengan baik.
2. Bapak Drs.Andrianto selaku wali kelas XI IPB yang telah memberikan semangat dan masukkan
yang sangat berguna bagi penyelesaian karya tulis ilmiah.
3. Bapak Iswahyudiharto selaku guru Geografi SMA Negeri 1 Pagak dan penanggung jawab penulisan
LKTIP sekaligus pembimbing I yang telah memberikan bimbingan sehingga terselesaikannnya
Karya Tulis Ilmiah ini.
4. Ibu Siti Komariyah, S.Pd. selaku guru Bahasa Indonesia SMA Negeri 1 Pagak sekaligus
pembimbing II yang telah memberikan masukan dalam penyelesaian Karya Tulis Ilmiah.
5. Bapak Tumitah sebagai Kelapa Desa Mentaraman dan Bapak Pani sebagai pembina LKDPH Samudra
Wana Lestari Desa Mentaraman yang telah bersedia memberikan arahan dan bimbingan serta
informasi-informasi tentang Jonggring Saloka dan Mentaraman.
6. Orangtua penulis yang dengan penuh kasih sayang memberikan dorongan moral, spiritual, dan
material kepada penulis.
7. Teman-teman yang telah membantu dalam pengembangan materi karya tulis ilmiah ini.
Kami juga tidak lupa mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyelesaian karya tulis ilmiah yang bertujuan untuk mengikuti Lomba Karya
Tulis Ilmiah Pelajar Tingkat SMA/Sederajat se-Jawa Timur Tahun 2007 yang berjudul ”Pengaruh
Pembangunan Jalur Lintas Selatan Terhadap Kunjungan Wisata Di Kompleks Wisata Pesisir
Jonggring Saloka” ini.
Semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat memenuhi fungsinya sebagaimana yang diinginkan.
Penulis menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu saran
dan kritik dari semua pihak sangat diharapkan.
Semoga karya tulis ilmiah ini masih ada manfaatnya. Amin.


Sumbermanjingkulon, 14 Maret 2007
Tim Penulis




ABSTRAK

Tim Penyusun: Annisaa Nurul Atiqah, Nurma Wulansari, Ririt Lailatuz Zukhro. 2007. Pengaruh
Pembangunan Jalur Lintas Selatan Terhadap Kunjungan Wisata Di Kompleks Wisata Pesisir
Jonggring Saloka. Lomba Karya Tulis Ilmiah Pelajar Tingkat SMA/ Sederajat Se-Jawa Timur.
Pembimbing: (I) Iswahyudiharto
(II) Siti Komariyah S.Pd

Kata-kata kunci: kompleks wisata pesisir Jonggring Saloka, pantai Ngebros, otonomi daerah,
jalur lintas selatan, potensi, pendapatan asli daerah (PAD).

Wilayah Malang Selatan secara geologis termasuk zone selatan Jawa Timur. Zona ini
merupakan daerah karst—berpegunungan kapur. Malang Selatan berbatasan langsung dengan
lautan, yaitu lautan Indonesia. Dengan demikian di Malang Selatan banyak sekali terdapat
pantai-pantai yang bisa dijadikan obyek pariwisata, sebagai upaya penggalian potensi guna
menunjang eksistensi otonomi daerah. Dengan adanya berbagai obyek wisata pantai di Malang
Selatan diharapkan bisa meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) bagi daerah. Salah satu
sumber penghasilan yang dimaksud dikelola melalui sektor industri pariwisata. Sektor
industri pariwisata yang dimaksud adalah obyek wisata kompleks pesisir Jonggring Saloka.
Sektor industri pariwisata akan berdaya guna dan berhasil guna terlebih setelah
terselesaikannya pembangunan infrastuktur, yakni yang berupa jalur lintas selatan.
Bertolak dari latar belakang tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui:
(1) keelokan kompleks wisata pesisir Jonggring Saloka, (2) faktor-faktor yang menjadi
pendukung dan penghambat dalam pengembangan/dikenalnya kompleks pesisir Jonggring Saloka
pada masyarakat luas, (3) potensi daerah sekitar, (4) wawasan, pengetahuan serta pengalaman
dalam menulis karya tulis ilmiah, (5) untuk memupuk dan meningkatkan kemampuan menganalisis
yang solutif.
Penelitian ini dirancang dengan rancangan deskriptif yang dilaksanakan di Desa
Mentaraman dan di kantor LKDPH ”Samudra Wana Lestari” Kecamatan Donomulyo Kabupaten Malang.
Populasi dalam penelitian ini adalah penduduk Desa Mentaraman yang berjumlah 6.350jiwa.
Sedang sampel yang diambil sebanyak tiga orang. Jenis data yang dikumpulkan berupa data
primer dan data sekunder dengan teknik observasi, wawancara, dan dokumentasi. Data yang
diperoleh dianalisis dengan analisis tabulasi frekuensi yang selanjutnya dideskripsikan
dalam bentuk uraian.
Kompleks wisata pesisir Jonggring Saloka ini terletak di Dusun Gondangtowo Desa
Mentaraman Kecamatan Donomulyo. Kompleks wisata pesisir Jonggring Saloka ini terdiri dari
beberapa obyek wisata, di antaranya pantai Jongring Saloka itu sendiri, pantai Ngebros,
pantai Kondangkolo, pantai Menjangan, gunung Kaindran, gunung Labuhan, gua Sengik, hutan
lindung dan hutan produksi, serta dilengkapi pula sirkuit motor cross. Bahkan kelak para
wisatawan juga dapat meyaksikan proses penambangan pasir besi di kompleks wisata tersebut.
Dengan adanya pembangunan jalur lintas selatan diharapkan potensi-potensi yang ada di
Malang Selatan ini bisa digarap dan dikembangkan secara sungguh-sungguh, terutama kompleks
wisata pesisir Jonggring Saloka yang sampai karya tulis ilmiah ini dibuat belum tergarap
maksimal.



BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Topografi wilayah Kabupaten Malang sangat unik, mengingat secara geomorfologis,
reliefnya sangat kasar. Wilayah Kabupaten Malang yang luasnya 2.977,05km dengan penduduk
sebanyak 2.393.959 jiwa (Kantor Statistik Kabupaten Malang, 2005), secara geologis terbagi
menjadi dua bagian. Wilayah Kabupaten Malang bagian utara yang secara geologis berbatuan
induk vulkanis, reliefnya sangat bervariatif. Mulai dari daerah dataran, yakni datataran
tinggi Malang, pegunungan (pegunungan Tengger—Bromo), dan gunung-gunung yang menjulang
tinggi. Mulai dari sisi timur, gunung-gunung tersebut antara lain: gunung Semeru (3676m)
yang merupakan gunung tertinggi di pulau Jawa dan termasuk 10 gunung tertinggi di Indonesia.
Gunung ini tergolong masih sangat aktif dan berbatasan dengan wilayah Kabupaten Lumajang.
Masih di sisi timur, tepatnya di sebelah utara gunung Semeru, terdapat gunung Bromo (2392m)
yang berada di kaldera Tengger. Gunung ini juga tergolong masih aktif. Gunung yang membatasi
wilayah Kabupaten Malang dengan Kabupaten Pasuruan dan Kabupaten Probolinggo ini sudah
sangat dikenal oleh para wisatawan Nusantara (wisnu) maupun wisatawan manca negara (wisman)
lantaran keindahan panorama alamnya maupun keunikan budaya masyarakat Tengger yang mendiami
daerah tersebut. Di sisi barat wilayah Kabupaten Malang terdapat gunung Butak (2868m) dan
gunung Kawi (2681m) yang berbatasan dengan wilayah Kabupaten Blitar. Di sebelah utara kedua
gunung tersebut terdapat gunung Argowayang (2198m), gunung Anjasmoro (2277m), gunung
Welirang (3156m), dan gunung Arjuno (3239m). Gunung Argowa yang membatasi wilayah Kabupaten
Malang dengan Kabupaten Jombang, gunung Anjasmoro membatasi wilayah Kabupaten Malang dengan
Kabupaten Mojokerto, sedang gunung Welirang dan gunung Arjuno membatasi wilayah antara
Kabupaten Malang dengan Kabupaten Mojokerto dan Kabupaten Pasuruan. Gunung-gunung tersebut
juga sering dijadikan obyek pariwisata—olah raga kepecintaalaman, khususnya oleh para
pendaki gunung.
Sedangkan wilayah Kabupaten Malang bagian selatan secara geologis termasuk zona
selatan Jawa Timur. Zone ini merupakan daerah karst—berpegunungan kapur yang merupakan
rangkaian dari pegunungan Kidul (pegunungan Kapur Selatan) yang memanjang di pulau Jawa
bagian selatan. Keadaan geomorfologis atau reliefnya, mulai dari daerah yang berombak,
curam, sampai yang berupa perbukitan ataupun pegunungan yang terjal. Perbukitan ataupun
pegunungan yang semacam ini melebar dari sisi selatan lembah sungai Brantas, utamanya mulai
Kecamatan Pagak dan Kecamatan Kalipare, hingga pesisir dan pantai selatan yang berhadapan
langsung dengan samudra Indonesia (samudra Hindia). Penggalan perbukitan/pegunungan di
pesisir selatan yang berombak besar itu melantarkan terbentuknya gejala-gejala/fenomena-
fenomena alam: seperti pantai berteras (pantai klif), gua-gua pantai (cave), pulau-pulau
(tiang-tiang) karang, dan kenampakan-kenampakan lainnya.
Oleh karena itu wilayah Kabupaten Malang bagian selatan banyak memiliki pesona
keindahan alam yang tak kalah menariknya dibanding dengan wilayah Kabupaten Malang bagian
utara. Pesona keindahan alam yang dimaksud adalah kelokan-kelokan garis pantai klif yang
di antaranya bertaburkan pasir putih ditingkahi deburan ombak nan menggelora dan dihiasi
fenomena-fenomena pantai karang lainnya. Pantai-pantai yang dimaksud ada yang sudah banyak
dikenal masyarakat luas maupun yang masih belum banyak dikenal masyarakat luas. Pantai yang
sudah banyak dikenal masyarakat karena keelokannya, di antaranya pantai Balekambang, pantai
Ngliyep, dan pantai Sendangbiru. Sedangkan pantai-pantai yang tidak kalah indahnya tapi
belum banyak dikenal, mulai dari sebelah barat yang berbatasan dengan Kabupaten Blitar yaitu
pantai Modangan, pantai Ngebros dan pantai Jonggring Saloka, pantai Mbanthol, pantai Kondang
iwak/Pasir Muncar, pantai Kondangmerak, pantai Bajulmati, pantai Wonogoro, pantai Lenggok-
sono, dan pantai Sipelot yang terletak di sebelah timur yang berdekatan dengan Kabupaten
Lumajang. Pada umumnya pantai-pantai tersebut masih asli dan baru dikunjungi oleh para
wisatawan lokal. Belum banyaknya kunjungan wisata di luar wisatawan lokal, ini disebabkan
paling tidak oleh dua faktor utama. Dua faktor utama itu, diantaranya karena pantai-pantai
tersebut belum banyak dikenal masyarakat luas dan kondisi jalan menuju pantai tersebut
kurang memadai, yakni masih berupa jalan berbatu/belum diaspal.
Agar pantai-pantai tersebut bisa dikenal dan dikunjungi para wisatawan, maka
pembangunan/pengaspalan jalan menuju pantai tersebut mutlak harus dilakukan. Hal tersebut
diperlukan karena merupakan akses bagi para wisatawan menuju lokasi obyek wisata. Para
wisatawan akan cenderung berkunjung ke lokasi obyek-obyek wisata bila obyek-obyek wisata
tersebut menarik dan akses menuju lokasi tersebut mudah dicapai. Pembangunan jalan yang
dimaksud adalah pembangunan jalur jalan lintas selatan. Ini bisa sebagai sarana dikenalnya
pantai yang ada di Malang Selatan.
Ketertarikan wisatawan pada suatu obyek wisata karena berbagai sebab, dari segi
keindahan alam, kandungan keilmuan, kandungan sejarah—budaya, dan mudahnya sarana dan
prasarana transportasi untuk menjangkau obyek wisata tersebut. Jadi hal ini juga harus
diperhatikan untuk mendatangkan pengunjung yang banyak. Berikutnya yang dimaksud obyek
wisata adalah obyek wisata pantai. Dan bila jalur lintas selatan ini telah selesai
dibangun bisa membuka peluang untuk bisa dikenal bagi masyarakat luas. Bahkan dengan itu
bisa mendatangkan lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat sekitar pantai. Lebih dari itu,
potensi keindahan pantai akan menjadi bermanfaat—meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD)
yang pada gilirannya dapat menunjang eksistensi otonomi daerah.
Pantai-pantai di Malang Selatan tersebut memiliki keindahan dan ciri khas masing-
masing. Begitu juga dengan kompleks wisata pesisir Jonggring Saloka. Kompleks wisata pesisir
Jonggring Saloka terdiri dari pantai Jonggring Saloka itu sendiri, pantai Ngebros, pantai
Kenong, pantai Kondangkolo, pantai Menjangan, gunung Kaindran, gunung Labuhan, dan gua
Sengik yang dinaungi hutan nan rimbun, baik yang berupa rimba, hutan lindung, maupun yang
berupa hutan produksi. Di kompleks wisata ini juga dilengkapi sirkuit motor cross, di
samping kelak juga terdapat lokasi penambangan pasir besi.
Di pantai Jonggring Saloka terdapat muara sungai. Muara sungai yang dimaksud adalah
sungai (kali) Arjosari. Endapan pasir di sekitar muara kali Arjosari ini banyak mengandung
pasir besi. Lantaran pasir besi inilah sebuah investor dalam negeri telah menandatangani
nota kesepahaman dengan Lembaga Kemitraan Desa Pengelola Hutan (LKDPH) ”Samudra Wana Lestari
untuk menambang pasir besi tersebut dengan area seluas 3ha, selama lima tahun. Di tengah
pantai Jonggring Saloka ada gunung Jonggring yang sebenarnya merupakan tiang/pulau karang.
Pantai Ngebros merupakan salah satu obyek wisata unggulan dalam kompleks wisata pesisir
Jonggring Saloka. Ciri khas pantai Ngebros adalah gelombang air laut yang bertekanan tinggi
menuju pantai melewati gua-gua karang pantai yang berbentuk vertikal. Ketika gelombang air
laut yang bertekanan tinggi keluar dari mulut gua-gua karang vertikal tadi menimbulkan
semburan air dengan tekanan gas yang tinggi sehingga menimbulkan suara broos. Oleh karena
itu pantai ini diberi nama Ngebros. Obyek wisata unggulan yang lain dalam kompleks wisata
pesisir Jonggring Saloka adalah gua Sengik. Gua ini terletak di dekat gerbang masuk kompleks
wisata pesisir Jonggring Saloka. Tepatnya di sisi kiri jalan menuju pantai Jonggring Saloka,
di area hutan jati. Gua ini sebenarnya merupakan bagian dari sungai bawah tanah yang memang
merupakan gejala khas di daerah karst. Gua yang panjangnya lebih dari satu kilometer ini
menarik untuk dikunjungi mengingat lorong-lorongnya penuh hiasan stalaktit dan stalakmit.
Gunung Labuhan biasanya digunakan untuk acara labuhan bagi penganut Islam kepercayaan
pada masyarakat setempat. Kompleks wisata pesisir Jonggring Saloka memiliki keelokan
tersendiri yang tidak ada di pantai-pantai lainnya, tetapi hal ini belum banyak diketahui
oleh masyarakat luas.
Kompleks wisata pesisir Jonggring Saloka di Kecamatan Donomulyo, hingga kini masih
belum tergarap secara maksimal. Bila jalur lintas selatan telah selesai dapat dipastikan
pantai ini menjadi salah satu objek wisata yang menarik, dan dapat menjadi lapangan
pekerjaan bagi warga sekitar dan dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) kabupaten
Malang. Apalagi untuk menangani kompleks wisata tersebut sudah terbentuk wadah/lembaga
yang berbadan hukum dengan nama Lembaga Kemitraan Desa Pengelola Hutan (LKDPH) “Samudra Wana
Lestari”. Lembaga ini dibawah koordinasi pemerintah Desa Mentaraman, pemerintah Kecamatan
Donomulyo, Kabupaten Malang, pemerintah Provinsi Jawa Timur, dan Perum Perhutani KPH Malang
unit pelaksana Donomulyo dengan nomor badan hukum 07, tanggal 20 Juni 2005.

B. Rumusan Masalah
Bertolak dari latar belakang permasalahan tersebut diatas, maka fokus permasalahan
karya tulis ini adalah:
1. Bagaimana bentuk dan potensi dari kompleks wisata pesisir Jonggring Saloka?
2. Bagaimana peranan pesisir Jonggring Saloka bagi masyarakat sekitar dan pemerintah daerah
kabupaten Malang khususnya dalam upaya penggalian potensi daerah untuk meningkatkan
otonomi daerah?
3. Faktor-faktor apa sajakah yang menjadi pendukung maupun penghambat dalam pengembangan/
dikenalnya kompleks wisata pesisir Jonggring Saloka pada masyarakat luas?
4. Dimana letak kompleks wisata pesisir Jonggring Saloka?
5. Adakah pengaruh pembangunan jalur lintas selatan terhadap kompleks wisata pesisir
Jonggring Saloka?

C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan karya ilmiah ini adalah:
1. Untuk mengetahui keelokan kompleks wisata pesisir Jonggring Saloka secara keseluruhan.
2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menjadi pendukung dan penghambat dalam pengembangan/
dikenalnya kompleks wisata pesisir Jonggring Saloka pada masyarakat luas.
3. Untuk mengetahui potensi daerah sekitar.
4. Untuk menambah wawasan, pengetahuan serta pengalaman dalam menulis karya tulis ilmiah.
5. Untuk memupuk dan meningkatkan kemampuan menganalisis yang solutif.

D. Kegunaan Penulisan Karya Tulis Ilmiah
Karya tulis ilmiah ini diharapkan berguna bagi:
1. Penulis
a. Sebagai pelajar SMA kita harus melatih diri untuk melakukan penulisan karya tulis
ilmiah. Hal ini bertujuan supaya kita tidak asing lagi dengan kegiatan penulisan karya
tulis ilmiah. Dengan demikian penulis memperoleh pengalaman dari kegiatan ini.
b. Membuka wawasan untuk selalu tanggap terhadap lingkungan dan dinamikanya serta
mengembangkan imajinasi tentang kegiatan penulisan karya tulis ilmiah.
c. Memperoleh pengalaman yang dapat dipakai untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan
dalam penulisan karya tulis ilmiah sesuai dengan disi-plin ilmu yang ditekuni penulis
di SMA.
d. Menyadari betapa pentingnya menjaga dan merawat sumberdaya alam.
e. Memberikan bantuan pikiran untuk bisa mengembangkan potensi sumberdaya alam yang
berupa potensi pantai.

2. Masyarakat Umum.
Untuk dapat mengetahui adanya berbagai pantai dengan berbagai keelokkannya,
khususnya yang ada di wilayah Malang Selatan, serta upaya pelestariannya.

3. Pemerintah Daerah
a. Dapat dijadikan suatu pedoman untuk mengembangkan potensi wisata daerah guna
mensejahterakan masyarakat dan menunjang eksistensi otonomi daerah.
b. Mengetahui potensi-potensi yang dimiliki kompleks wisata pesisir Jonggring Saloka
yang masih kurang memperoleh kepedulian dari pemerintah.

E. Ruang Lingkup Penelitian.
Untuk mengetahui hal-hal yang menjadi fokus penelitian maka perlu dikemukakan tentang
lingkup penelitian. Ruang lingkup penelitian ini merupakan penjabaran dari variabel yang
digunakan dalam penelitian, indikator, sumber data, tehnik pengumpulan, dan tehnik analisis
data.
Ruang lingkup penelitian yang dimaksud adalah kompleks wisata pesisir Jonggring Saloka
di Desa Mentaraman Kecamatan Donomulyo Kabupaten Malang dan pembangunan jalur lintas
selatan.



BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Potensi Keindahan Alam Untuk Obyek Wisata.
1. Pengertian Potensi
Sebelum dijelaskan tentang potensi keindahan alam untuk obyek pariwisata terlebih
dahulu diuraikan pengertian dari potensi itu sendiri.
Menurut Anton M. Moeliono dalam kamus besar bahasa Indonesia (1990: 697) ”potensi
adalah daya, kekuatan, kemampuan yang mempunyai kemungkinan untuk dapat dikembangkan atau
sesuatu yang dapat menjadi aktual”.
Dari pengertian potensi tersebut di atas bahwa yang dimaksud adalah potensi keindahan
alam adalah keindahan alam yang mempunyai kemungkinan untuk dapat dikembangkan. Sedang yang
dimaksud dengan dapat dikembangkan tersebut adalah dikembangkan untuk obyek wisata.

2. Pengertian Kompleks
Menurut Anton M. Moeliono pada kamus besar bahasa Indonesia (1990: 453) ”kompleks
adalah (1) himpunan kesatuan; kelompok. (2) mengandung beberapa unsur yang pelik, rumit,
sulit, dan saling berhubungan”.
Berdasarkan pengertian kompleks tersebut, yang dimaksud dengan kompleks wisata pesisir
Jonggring Saloka adalah kumpulan obyek-obyek wisata yang terdapat di sekitar pantai
Jonggring Saloka.

2. Pengertian Pantai
Menurut Anton M. Moeliono dalam kamus besar bahasa Indonesia (1990: 646) ”pantai adalah
batas antara daratan dan laut atau lautan”. Sedang menurut Bambang N. M dan Purwadi S.
(2004:118) ”pantai adalah batas daratan dan lautan”. Bentuk daratan di panatai mengalami
perubahan akibat sedimentasi dari darat ataupun dari laut akibat pengikisan air laut”.
Menurut M.A. Marbun (1982:35)
”pantai adalah tanah atau daerah yang berbatasan dengan laut, dalam hal ini daratan
yang tidak kena air laut. Tetapi dalam arti yang lebih luas ialah pantai laut atau
suatu jalur daratan yang sebagian terdiri dari laut, sebagian lagi terdiri dari
daratan. Lebar jalur tersebut tidak tertentu, juga garis batasnya tidak dapat
ditentukan dengan tepat”.

3. Garis Pantai
Menurut Undang-Undang no. 19 tahun 1961 (dalam M. A. Marbun, 1982: 130) ”garis pantai
ditentukan menurut batas rata-rata pasang surut sesuai dengan konferensi Jenewa tahun 1958”.

4. Pesisir
Menurut Bambang N.M dan Purwadi S. (2004:198) ”pesisir adalah mintakat yang meliputi
pantai dan perluasannya ke arah darat sampai batas pengaruh laut tidak ada. Kemudian menurut
M.A. Marbun (1982:130) ”pesisir adalah zona di antara garis air rendah dengan garis pantai
sampai dimana air laut masih mungkin bisa sampai”.
Sedangkan menurut Laely Saher, dkk (2004:172)
”Zona pesisir, terletak antara garis pantai pasang dan garis pantai surut. Diwaktu
pasang, tergenang air laut, sedangkan diwaktu surut menjadi daratan. Di wilayah ini
hidup beberapa jenis binatang bukan ikan, seperti kepiting, dan kura-kura”.

Dari pengertian pantai, garis pantai, dan pesisir dalam hubungannya dengan kompleks
wisata maka istilah yang tepat adalah kompleks wisata pesisir Jonggring Saloka. Hal ini
didasarkan atas pengertian tersebut di atas yang menyatakan bahwa pesisir adalah zona atau
daerah yang meliputi pantai dan wilayah daratan di sekitar pantai. Di samping itu realitanya
obyek wisata yang dimaksud dalam hal ini tidak hanya menyangkut pantai itu sendiri, yakni
pantai Jonggring Saloka, tetapi juga unsur-unsur atau kumpulan obyek-obyek wisata lain yang
ada di sekitarnya. Unsur-unsur atau kumpulan obyek-obyek wisata lain yang ada di sekitarnya
itu adalah pantai Negebros, pantai Kondangkolo, pantai Menjangan, gunung Labuhan, gunung
Kaindran, gua Sengik, hutan lindung, hutan produksi, dan sirkuit motor cross.

B. Otonomi Daerah
Pengertian otonomi daerah menurut Anton M. Moeliono dalam kamus besar bahasa Indonesia
(1990:631): ”otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk mengatur dan
mengurus rumah tanggannya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 pasal 1 tentang Otonomi ”Daerah adalah
kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut
prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang–
undangan”. Daerah otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang
mempunyai batas daerah tertentu berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat
setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan negara
kesatuan (Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah, pasal 1 h dan i: 12).
Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah beserta perangkat daerah otonom yang lain
sebagai badan eksekutif daerah. Pemerintah Daerah adalah penyelenggaraa pemerintahan daerah
otonom oleh Pemerintah Daerah dan DPRD menurut asas desentralisasi (Undang-Undang Nomor 22
Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah, pasal 1 b dan d:11).
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah, bab III tentang
Pembentukan dan Susunan Daerah pasal 4 disebutkan
”Dalam rangka pelaksanaan asas desentralisasi dibentuk dan disusun daerah provinsi,
daerah kabupaten, dan daerah kota, yang berwenang mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat”.

Pada pasal 5 Undang-Undang Nomor 22 tentang Otonomi Daerah disebutkan bahwa ”Daerah
dibentuk berdasarkan pertimbangan kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial
politik, jumlah penduduk, luas daerah dan pertimbangan lain.
Kemudian pada pasal 100 Undang-Undang Nomor 22 tentang Otonomi Daerah menyebutkan,
”tugas Pembantuan dari Pemerintah, Pemerintahan Provinsi dan/atau Pemerintah Kabupaten
kepada Desa disertai dengan pembiayaan, sarana dan prasarana serta sumber daya manusia.
Otonomi daerah diharapkan bisa menjadi mandiri lantaran dengan adanya pendapatan
(income) daerah yang mencukupi. Salah satu sumber penghasilan yang dimaksud sering disebut
pendapatan asli daerah (PAD), diharapkan diperoleh dari sektor industri pariwisata.
Sehubungan dengan hal tersebut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah bab
IV mengenai kewenangan Daerah pasal 1 ayat 1 menyatakan ”Daerah berwenang mengelola sumber
daya nasional yang tersedia di wilayahnya dan bertanggung jawab memelihara kelestarian
lingkungan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Berikutnya dalam Penjelasan Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dikemukakan ”Yang
dimaksud sumberdaya nasional sumberdaya alam, sumberdaya buatan, dan sumberdaya manusia
yang tersedia di daerah”. Selanjutnya yang dimaksud sumberdaya nasional dalam karya tulis
ilmiah ini adalah sumberdaya alam, yakni kompleks wisata pesisir Jonggring Saloka sebagai
bagian dari sektor industri pariwisata. Sedang yang dimaksud sumberdaya buatan adalah jalur
lintas selatan. Jalur lintas selatan kelak menghubungkan kota-kota di Jawa Timur bagian
Selatan dan bahkan kota-kota di Jawa Tengah maupun Daerah Istimewa Yogyakarta.

C. Potensi Daerah di Kabupaten Malang Yang Dapat Dikembangkan:
Sumberdaya Alam (SDA)
1. Keindahan Alam
Keindahan alam di Malang Selatan ini sangat bermacam-macam, misalnya: pegunungan, air
terjun, waduk, bendungan, laut beserta pantainya. Namun di kota Malang Selatan ini
begitu banyak tempat-tempat menarik yang belum dijamah dan dikelola untuk dimanfaatkan
sebagai pariwisata. Tempat-tempat yang belum maksimal dimanfaatkan tersebut sebenarnya
bisa menambah debet Kabupaten Malang.
2. Pertambangan
Pertambangan merupakan salah satu kegiatan pembangunan untuk memenuhi kebutuhan
penduduk.
Di Malang Selatan banyak lahan pertambangan ini bisa dimanfaatkan sebagai penunjang
bagi pariwisata. Bukan berarti pertambangan menjadi salah satu obyek pariwisata
tersendiri namun sebagai obyek pendukung wisata. Bahan tambang tersebut bisa menjadi
lahan pekerjaan bagi masyarakat, seperti onyx dan marmer. Ditambah lagi dengan
ditemukannya tambang pasir besi di daerah pantai Jonggring Saloka. Hal ini akan
menunjang ekonomi warga setempat.
3. Peternakan
4. Perikanan
5. Pertanian

Sumberdaya Manusia (SDM)
Sumberdaya Manusia adalah semua potensi yang berhubungan dengan data kependudukan yang
dimiliki oleh suatu daerah/negara yang dapat dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup
manusia. Sumberdaya manusia dapat ditinjau dari segi kuantitas dan kualitasnya.
Kuantitas dan Kualitas dari Sumberdaya Munusia itu adalah:
Kuantitas: penduduk Kabupaten Malang pada tahun 2005 sejumlah 2.393.959 jiwa terdiri dari
laki-laki yang berjumlah 1.190.105 jiwa dan perempuan 1.203.854 jiwa. Pertumbuhan
penduduk: 0,67% dengan luas wilayah 2.977,05km.
Kualitas penduduk meliputi:
1. Pendidikan
Pendidikan warga Kabupaten Malang tidak terlalu ketinggalan. Banyak warga Malang yang
dapat melanjutkan pendidikan minimal sampai tingkat SMP. Namun tak sedikit pula yang
melanjutkan sampai perguruan tinggi. Meskipun demikian, pada tahun 2002 pendidikan di
Kabupaten Malang tercatat sebanyak kurang lebih 15.000 anak lulusan SD tidak dapat
melanjutkan ke SMP.
2. Perekonomian dan Matapencaharian.
Tingkat perekonomian dan mata pencaharian penduduk Kabupaten Malang sekarang ini sudah
bisa dikatakan sedang. Untuk menunjang perekonomian warga Kabupaten Malang, alangkah
baiknya apabila pemerintah Kabupaten Malang bersedia melakukan terobosan-terobosan
dengan mengelola sumberdaya, khususnya sumberdaya alam yang berupa keindahan alam di
Malang Selatan ini dapat dijadikan tempat pariwisata yang ujung-ujungnya dapat
menjadi sumber matapencaharian bagi masyarakat sekitarnya. Lantaran itu, sebagai
penunjang perekonomian, pariwisata perlu ditingkatkan. Diharapkan melalui pariwisata
ini dapat membuka lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat dan menekan angka
kemiskinan dan pengangguran. Kemudian pariwisata itu sendiri akan berkembang jika
banyak dikunjung para wisatawan. Para wisatawan itu akan berbondong-bondong menuju ke
lokasi pariwisata, jika akses menuju lokasi tersebut baik.
3. Kesehatan
Warga Malang umumnya memiliki tingkat kesehatan yang cukup baik. Dapat dilihat dari
penyakit yang sering diderita umumnya hanya berupa flu, demam, pusing dan lain-lain.


D. Pengertian Industri Pariwisata
Indonesia mempunyai potensi dalam pengembangan industri mengingat Indonesia kaya akan
sumberdaya nasional. Kekayaan sumberdaya nasional yang dimaksud adalah kekayaan sumberdaya
alam, yakni berupa panorama keindahan alam. Panorama keindahan alam ini bila dikelola dengan
baik dalam industri pariwisata maka akan menarik wisatawan nusantara (wisnu) maupun
wisatawan manca negara (wisman) yang pada gilirannya akan menjadi sumber pendapatan bagi
daerah. Menurut Moh. Ma’mur Tanudidjaja dan Omi Kartawidjaja (1986:169), ”obyek wisata dapat
dikelompokkan dalam obyek alam yang meliputi: pantai, taman laut, gunung api, sumber air
panas, air terjun, pemandangan dan sebagainya”.
Industri pariwisata dapat juga disebut Industri fasilitatif atau industri jasa. Industri fasilitatif atau industri jasa menurut Kartiman Kudonarpodo dan Didang Setiawan (1997:33) “adalah aktivitas ekonomi yang menjual jasa untuk keperluan orang lain”.



BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian.
Ibnu (dalam Jumadi,dalam Iswahyudiharto 1995:32) menyatakan bahwa ”desain penelitian merupakan kerangka
dasar penelitian untuk menentukan jawaban dari suatu permasalah”. Lebih lanjut dijelaskan
bahwa.... desain penelitian mencerminkan kerangka berfikir atau paradigma konseptual yang
oleh peneliti akan digunakan sebagai acuan untuk menentukan langkah selanjutnya dalam usaha
menentukan jawaban dari permasalahan yang dihadapinya (Ibnu dalam Jumadi, 1995:166).
Kerangka berfikir yang digunakan acuan untuk menentukan jawaban atas penelitian ini
dengan metode kualitatif.
Pendekatan yang digunakan peneliti adalah pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif
bersifat deskriptif dan cenderung menggunakan analisis dengan pendekatan induktif. Dan
berusaha pengumpulan data dari latar alami dengan memanfaatkan diri peneliti sebagai
instrumen kunci. Adapun ciri-ciri dari metode deskripsi menurut Koentjaranigrat (1997:36-37)
adalah :
1. Memusatkan diri pada pemecahan masalah yang ada pada masa-masa sekarang dan pada masalah-
masalah yang aktual.
2. Data yang dikumpulkan mula-mula disusun, dijelaskan, dan kemudian dianalisis.
Dalam metodologi penelitian akan dibahas hal-hal: pendekatan penelitian, metode
pengumpulan data, sumber dan jenis data, teknik pengambilan populasi dan sampel, kemudian
data dianalisis.

B. Pendekatan Penelitian.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif yaitu melalui metode
wawancara, observasi, maupun metode dokumentasi. Data yang terkumpul dirumuskan dalam bentuk
kata atau kalimat yang terekam di lapangan yang disebut dengan file notes. Rekaman inilah
yang selanjutnya diolah sehingga pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam permasalahan
penelitian terjawab melalui bukti-bukti empiris yang diperoleh di lapangan.
Pendekatan kualitatif merupakan penelitian yang mengutamakan segi kualitas data.
Teknik pengumpulan data yang digunakan terdiri atas berbagai teknik pengamatan dan
wawancara.

C. Metode Pengumpulan Data.
Sesuai dengan bentuk pendekatan penelitian kualitatif serta sumber dan jenis yang
digunakan, maka teknik pengumpulan data yang dipakai terdiri dari :
1. Metode wawancara.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode wawancara dalam bentuk pertanyan
yang langsung ditujukan kepada responden untuk mengetahui masalah yang akan diteliti secara
jelas dan akurat.
2. Dokumentasi
Metode ini digunakan untuk mengumpulkan data sekunder yang mendukung dan terkait
dengan penelitian. Metode dokumentasi digunakan dengan cara peneliti mengadakan pengumpulan
dokumen-dokumen yang diperlukan dari pihak-pihak terkait dan berhubungan dengan peneliti.
Misalnya data tentang jumlah penduduk Kabupaten Malang.
3. Observasi
Observasi atau pengamatan adalah proses pengumpulan data dengan cara langsung mengamati
terhadap objek penelitian. Penelitian dengan menggunakan metode observasi ini dapat
dilakukan baik secara formal maupun secara informal untuk mengetahui secara langsung
mengenai kegiatan dan untuk memperoleh berbagai informasi tentang daerah penelitian dan
obyek penelitian yang lebih obyektif.
4. Metode Kepustakaan
Metode kepustakaan adalah memanfaatkan buku-buku yang ada di perpustakaan untuk
menunjang dalam penelitian, di samping itu untuk mencari data-data yang lebih lengkap dan
rinci.

D. Jenis Data dan Sumber Data
Data penelitian adalah fakta atau keterangan-keterangan yang diteliti atau dikumpulkan
oleh peneliti. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan jenis data primer dan data
sekunder.
1. Data Primer, yaitu data yang diperoleh dari sumber pertama atau langsung dari responden
(sumber asli). Data primer yang dikumpulkan meliputi wawancara, observasi.
2. Data Sekunder. Menurut Tatang (dalam Jumadi, 1995:36) ialah ”data yang diperoleh bukan
dari sumber pertama atau tidak langsung dari responden. Data sekunder ini didapatkan dari
instansi atau lembaga yang berhubungan dengan jumlah penduduk wilyah Kabupaten Malang dan
luas wilayah kabupaten Malang.

E. Teknik Populasi dan Sampel.
Populasi adalah jumlah keseluruhan dari unit analisis yang ciri-cirinya akan diduga
atau elemen yang menjadi obyek penelitian. Atau semua individu, baik berupa benda maupun
manusia yang menjadi sasaran penelitian. Yang dijadikan obyek populasi dalam penelitian ini
adalah jumlah penduduk Mentaraman yang berjumlah 6.350jiwa, sedang sampel yang diambil tiga
orang.

F. Analisis Data
Sesudah data yang diperlukan dapat terkumpul, maka dilanjutkan dengan menganalisis data
Menganalisis data adalah mengelompokkan, membuat satu urutan, memanipulasi serta meringkas
data sehingga mudah untuk dibaca dan dipahami karakteristik khas atau kecenderungan yang
tampak.
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif, yakni analisis
yang digunakan untuk memperoleh gambaran dalam penelitian. Untuk memperoleh gambaran
tersebut digunakan analisis tabulasi uraian.



BAB IV
PEMBAHASAN

A. Letak Kompleks Wisata Pesisir Jonggring Saloka
Letak suatu tempat dapat ditinjau dari segi administratif, astronomis, geologis,
geomorfologis, sosial ekonomi, serta geografis.

1. Letak Administratif
Letak administratif adalah letak suatu daerah terhadap daerah lain berdasarkan
pembagian secara administratif. Pembagian ini berdasarkan wewenang hukum dan administratif
untuk mengatur suatu daerah. Kompleks wisata pesisir Jonggring Saloka terletak di Dusun
Gondangtowo Desa Mentaraman Kecamatan Donomulyo. Secara administratif wilayah Desa
Mentaraman itu sendiri berbatasan dengan:
- Sebelah Utara : Desa Donomulyo Kecamatan Donomulyo
- Sebelah selatan : Samudra Indonesia (samudra Hindia)
- Sebelah timur : Desa Tempursari Kecamatan Donomulyo
- Sebelah barat : Desa Purworejo dan Purwodadi Kecamatan Donomulyo

2. Letak Astronomis
Letak astronomis adalah letak suatu daerah berdasarkan garis lintang dan garis bujur
dengan memakai satuan derajat, menit, dan detik. Kompleks wisata pesisir Jonggring Saloka
secara astronomis terletak pada 8o22’45”LS dan 112o24’30”BT.

3. Letak Geologis
Letak geologis adalah letak suatu daerah berdasarkan jenis batuan yang ada. Ditinjau
secara geologis kompleks wisata pesisir Jonggring Saloka merupakan bagian dari zona selatan
Jawa Timur. Zona ini merupakan daerah pegunungan kapur/karst yang merupakan rangkaian dari
pegunungan Kapur Selatan atau pegunungan Kidul. Kondisi daerah ini tergolong daerah rawan
gempa, mengingat daerah ini termasuk jalur gempa tektonik di Indonesia. Berdasarkan hal
tersebut, kompleks wisata pesisir Jonggring Saloka berpotensi terkena tsunami bila terjadi
gempa bumi hebat yang episentrumnya di samudera Indonesia (samudera Hindia) dengan kekuatan
(magnitudo) gempanya di atas 6,2 skala Richter.
Kondisi kompleks wisata pesisir Jonggring Saloka berdasarkan letak geologis yang
demikian menyebabkan batuan kapur yang ada terpengaruh atas aktifitas tektonisme. Mengingat
hal tersebut, maka infrastruktur yang ada di kompleks wisata pesisir Jonggring Saloka harus
dibuat tahan gempa dan terbebas dari pengaruh tsunami.

4. Letak Geomorfologis
Letak geomorfologis ialah letak suatu daerah berdasarkan topografi atau relief
permukaan daerah tersebut. Topografi kompleks wisata pesisir Jonggring Saloka adalah
berbukit dengan ketingian rata–rata 64,5m dari permukaan air laut dengan puncak
tertingginya 90m dari permukaan air laut.
Dengan topografi tersebut mengakibatkan pantai-pantai di kompleks wisata pesisir
Jonggring Saloka umumnya berupa pantai berteras (pantai klif) dan bila ditinjau dari posisi
perbukitan terhadap laut yang ada, termasuk pantai diskordan, kecuali pantai Jonggring
Saloka. Pantai diskordan adalah pantai yang perbukitan di sekitarnya membujur berlawanan
dengan arah garis pantai. Sedang pantai Jonggring Saloka sendiri sebenarnya merupakan
sebuah teluk dengan dataran yang sempit dan termasuk pantai netral. Di pantai ini bermuara
kali Arjosari dengan beberapa anak sungainya berupa sungai musiman (sungai intermitten)
yang bergabung dengan sungai induknya, kali Arjosari di dekat pantai tersebut. Sungai
musiman (sungai intermitten) adalah sungai yang dialiri air saat hujan atau musim penghujan
saja.
Bagian depan dari kompleks wisata pesisir Jonggring Saloka yang berhadapan langsung
dengan samudra, dihampari gosong pasir dari hasil abrasi samudra Indonesia (samudra Hindia)
dan sebagian kecil dari hasil erosi kali Arjosari. Gosong pasir di muara kali Arjosari
mengandung pasir besi. Sedang gosong pasir lainnya merupakan pasir putih yang diduga
merupakan pasir kwarsa yang terdiri dari kristal-kristal Silika (SIO2).

5. Letak Sosial Ekonomi
Letak sosial ekonomi adalah letak suatu daerah terhadap daerah lain menyangkut segi
perekonomian penduduknya. Letak sosial ekonomi daerah sangat berpengaruh terhadap segala
sektor kehidupan yang ada di daerah bersangkutan. Situasi yang berbeda antara daerah yang
satu dengan daerah yang lainnya akan berpengaruh terhadap proses interaksi antara daerah–
daerah tersebut. Intensitas interaksi antardaerah tersebut dipengaruhi oleh perbedaan
potensi sumberdaya, terutama sumberdaya alam (SDA) dan kelancaran transportsi yang
menghubungkan daerahdaerah tersebut (Jumadi, 1995: 45-46).
Potensi sumberdaya nasional yang berupa sumberdaya alam (SDA) di kompleks wisata
pesisir Jonggring Saloka, selain potensi keindahan alam, adalah potensi pertambangan
yang berupa pasir besi dan pasir kwarsa, serta potensi kehutanan dan perkebunan.
Hasil pertanian atau perkebunan dari Desa Mentaraman berupa buah–buahan genitu,
alpukat, melinjo, kelapa, kopi, salak, pisang, dan lain–lain. Pada pertengahan bulan
Februari lalu di sekitar kompleks wisata pesisir Jonggring Saloka Desa Mentaraman diadakan
penghijauan dengan bibit alpukat oleh Ketua DPR Republik Indonesia yang juga ketua Dewan
Pimpinan Pusat (DPP) partai Golkar, Bapak Agung Laksono sebanyak 25.000 bibit.
Sedangkan hasil dari Desa Mentataman lainnya diperoleh dari kehutanan. Hasil hutannya
berupa pohon–pohon jati, jati trubus, mahoni, mahoni campuran, dan gemelina. Limbah dari
pohon-pohon yang telah ditebang berpotensi untuk dijadikan barang–barang rumah tangga,
seperti halnya meja kursi maupun untuk barang kerajinan lainnya.
Potensi-potensi yang dimiliki kompleks pesisir Jonggring Saloka tersebut akan
menimbulkan interaksi wisata dan interaksi-interaksi lain di bidang sosial ekonomi.
Intensitas interaksi ini sangat dipengaruhi oleh kelancaran transportasi. Sedang kelancaran
transportasi dalam konsep kerterjangkauan (accessibility) tidak selalu berkaitan dengan
jarak, tetapi lebih berkaitan dengan kondisi medan atau ada tidaknya sarana angkutan dan
komunikasi yang dipakai (Bambang N.M. dan Purwadi S., 2004:10).

6. Letak Geografis
Letak geografis adalah letak suatu daerah berdasarkan kenyataan–kenyataan yang ada di
permukaan bumi. Letak geografis ditentukan pula oleh letak astronomis dan geologis (Kuswanto,
dkk 1988:17). Letak geografis kompleks wisata pesisir Jonggring Saloka adalah termasuk
di wilayah Malang bagian Selatan, 46km ke arah selatan dari Kepanjen dan 64km dari arah
ibukota kabupaten, Malang. Kompleks wisata pesisir Jonggring Saloka terletak antara daerah
yang berbukit-bukit di utara dan lautan di sebelah selatan. Kompleks wisata ini terletak di
antara obyek-obyek wisata yang sudah terkenal, yakni pantai Balekambang dan pantai Ngliyep
di sebelah timur dan pantai Jolosutra Kabupaten Blitar di sebelah barat. Jarak antarpantai
tersebut relatif dekat, terlebih bila jalur lintas selatan telah selesai dibangun.

B. Kondisi Kompleks Wisata Pesisir Jonggring Saloka
1. Keadaan dan letak kompleks wisata pesisir Jonggring Saloka.
Kompleks wisata pesisir Jonggring Saloka ini terlelak di Dusun Gondangtowo Desa
Mentaraman, Kecamatan Donomulyo.
Pantai Jonggring Saloka dan pantai Ngebros adalah pantai alami karena terbentuk
tanpa campur tangan manusia. Pantai Jonggring Saloka terletak di bawah kaki gunung
Jonggring Saloka dengan ketinggian 25m dari permukaan laut. Gunung ini dapat dicapai
manusia bila air laut benar–benar surut, karena gunung ini terletak di perairan laut,
di seberang pantai Jonggring Saloka. Di tempat ini banyak terdapat Ular Weling yang
jumlahnya tidak terhingga dan sering keluar pada malam hari.
Kompleks wisata pesisir Jonggring Saloka seluas 9ha, terdiri dari pantai Jonggring
Saloka, pantai Ngebros, pantai Kondangkolo, pantai Kenong, pantai Menjangan, gunung
Kaindran, gunung Jonggring Saloka, gunung Labuhan, gua Sengik, hutan lindung dan hutan
produksi, serta sirkuit motor cross. Pada tahun lalu sircuit motor cross ini pernah
dijadikan ajang perlombaan.
Atas dasar posisinya terhadap pegunungan yang berdekatan dengan pantai, pantai
Jonggring Saloka ini termasuk pantai netral. Pantai netral adalah pantai yang
berdekatan dengan pegunungan, tetapi berdekatan dengan dataran rendah atau dataran
tinggi/plateau.
Sedangkan pantai Ngebros, posisi terhadap pegunungannya termasuk pantai diskordan.
Pantai diskordan adalah pantai yang berdekatan dengan pegunungan yang pegunungan
tersebut membujur kearah pantai yang pegunungan di dekatnya membujur ke arah pantai
tersebut atau berpotongan dengan arah pantai. Atas dasar cara terjadinya pantai
Ngebros termasuk pantai klif yaitu pantai berteras yang merupakan pengerjakan dari
abrasi. Ciri khas pantai Ngebros adalah gelombang air laut yang menuju pantai
melewati gua-gua karang pantai yang berbentuk vertikal dengan tekanan tinggi sehingga
menimbulkan semburan air dan menimbulkan suara bros. Oleh karena itu pantai ini diberi
nama Ngebros. Pantai ini letaknya tidak jauh dari gunung Jonggring Saloka. Untuk
menuju pantai Ngebros, para wisatawan harus melewati sebuah puncak bukit yang
tingginya 66m di atas permukaan laut dengan berjalan kaki menyusuri jalan setapak.
Gua Sengik terletak di sebelah utara pantai Jonggring Saloka. Gua ini terletak di
dekat pintu gerbang masuk kompleks wisata pesisir Jonggring Saloka. Tepatnya di sisi
kiri jalan menuju pantai Jonggring Saloka, di area hutan jati. Gua Sengik, juga obyek-
obyek wisata alam lainnya di kompleks wisata pesisir Jonggring Saloka, ditemukan oleh
pendiri desa tersebut. Saat ditemukan, gua ini dihuni oleh ribuan ekor kelelawar.
Kotoran kelelawar yang menumpuk di sepanjang gua ini menimbulkan bau anyir (sengik),
sehingga gua ini dinamai gua Sengik. Gua ini menurut ilmu Geomorfologi/Geografi
sebenarnya merupakan sungai bawah tanah yang merupakan bagian dari kali Arjosari.
Lantaran itulah di gua ini banyak ditemukan mata air. Air dari gua ini dialirkan
melalui pipa-pipa untuk mensuplai kebutuhan air bagi penduduk yang bermukim di area
pantai Jonggring Saloka. Panjang gua ini yang sudah ditembus tim LKDPH “Samudra Wana
Lestari” sepanjang 1.000m.
Mengingat gua ini merupakan gua karst (gua kapur) yang terjadi lantaran pelapukan
kimia, yakni larutnya batuan kapur yang mengandung CaCO3 oleh air hujan, maka di gua
ini banyak ditemukan kenampakan-kenampakan gua-gua kapur. Kenampakan-kenampakan yang
dimaksud adalah stalaktit di langit-langit gua maupun stalakmit di lantai gua.
Menurut penuturan Kepala Desa Mentaraman, Bapak Tumitah yang pernah memasuki gua ini,
bahwa di bagian tengah gua terdapat ruangan yang disebut ruang pertemuan. Disebut
demikian karena di tempat ini terdapat stalakmit yang berukuran besar berbentuk meja
dan kursi berjajar seperti di ruang pertemuan. Masih menurut penuturan beliau, ruang
pertemuan tadi masih jauh lebih luas dibanding dengan pendhapa bupati di kompleks
kantor Bupati Malang. Di samping itu, di dalam gua tersebut ditemukan pula fenomena
yang sangat menarik. Fenomena yang dimaksud adalah adanya sumber air yang muncul di
antara stalakmit berbentuk kolam bundar mirip bunga teratai. Airnya sangat jernih,
terlebih saat musim kemarau.

2. Pengunjung Kompleks Wisata Pesisir Jonggring Saloka
Pengunjung di tempat ini masih sangat terbatas. Mereka yang masuk di obyek wisata
ini harus bernyali besar, mengingat belum adanya sarana penerangan yang permanen, di
samping di dalam gua ini berupa sungai yang mengalir. Pengunjung harus membawa alat
penerangan sendiri. Untuk sementara ini sarana penerangan yang sering digunakan
adalah lampu senter atau lampu petromaks. Waktu ideal untuk menelusuri gua ini adalah
musim kemarau, yakni ketika air sungai di gua ini relatif dangkal dan berarus lemah.
Kompleks wisata pesisir Jonggring Saloka adalah tempat wisata yang tidak terlalu
banyak pengunjungnya, walau di kompleks wisata ini menyimpan potensi keindahan alam
yang mempesona dan tiada duanya di pantai lain. Harga karcis masuknya pun sebenarnya
relatif murah. Hanya Rp 1.500 per orang untuk sekali masuk. Itupun hanya pada hari
Minggu atau hari libur saja. Sedang hari-hari lainnya bebas, tanpa dipungut biaya.
Tidak terlalu banyaknya pengunjung ini karena letak pantai yang relatif jauh dari
jalan raya Donomulyo. Jaraknya lebih kurang 18km. Sedang jarak kompleks wisata ini
dari jalur lintas selatan lebih kurang 7,5km. Jarak kompleks wisata ini dari pusat
kota Malang sejauh 64km dan dari kota Kepanjen sejauh 46km. Faktor lain yang membuat
tidak terlalu banyaknya pengunjung adalah jalan yang begitu sulit ditempuh oleh
kendaraan karena masih berupa jalan berbatu (jalan makadam) yang relatif curam. Juga
adanya kabar angin, setelah adanya tsunami di Aceh dan Sumatra Utara tahun 2004 lalu,
di perairan laut Malang Selatan juga akan terlanda tsunami, sehingga pengunjung
kompleks wisata pesisir Jonggring Saloka turun drastis. Menurut catatan LKDPH
“Samudra Wana Lestari” tingkat penurunannya hingga 90%. Karena tidak ada pengunjung,
loket pun tutup dengan sendirinya. Walaupun begitu 10 kepala keluarga yang bekerja
sebagai pedagang makanan bagi wisatawan tetap tinggal di area pantai Jonggring Saloka
dengan keluarganya. Mereka mendirikan warung-warung kecil di pinggir pantai untuk
berjualan.

3. Jalan Menuju Kompleks Wisata Pesisir Jonggring Saloka
Jalan menuju Kompleks Wisata Pesisir Jonggring Saloka ini telah mendapatkan bantuan
sebesar Rp 874.000.0000. Dana ini rencananya akan digunakan untuk pembangunan jalan dari lintas selatan menuju
pantai Jonggring Saloka. Bantuan ini dipercayakan kepada Desa Mentaraman karena desa
ini dilalui jalan negara dan yang juga pernah mendapatkan dua penghargaan Kalpataru,
yakni pada masa pemerintahan presiden Soeharto dan pada masa pemerintahan presiden
B.J. Habibi. Penghargaan ini diberikan karena upaya pelestarian lingkungan di desa
ini sangat baik. Menurut Kepapa Desa Mentaraman, pada awal bulan Februari kemarin di
desa Mentaraman telah dibudidayakan tanaman jarak yang dapat dijadikan sumber
penghasilan masyarakat setempat.
Dengan adanya jalur lintas selatan ini pemerintah daerah mensuport pengembangan
taman wisata kompleks Jonggring Saloka yang memang sudah ada penggelolanya. Pengelola
yang dimaksud bernama Lembaga Kemitraan Desa Penggelola Hutan (LKDPH) “Samudra Wana
Lestari”. Jalur lintas selatan ini diharapkan mengundang banyak pengunjung dan
menarik perhatian para investor untuk mengelola dan mengembangkan obyek wisata ini.
Menurut informasi dari Binamarga tingkat I Jawa Timur,jalur lintas selatan ini
akan selesai pada tahun 2010 nanti.

4. Sektor Tambahan yang Mendukung Kompleks Wisata Pesisir Jonggring Saloka
Sebagai pendukung dari Kompleks Wisata Pesisi Jonggring Saloka disana terdapat
pasir besi yang luasnya tiga hektar. Pada kompleks wisata ini juga terdapat hutan
lindung yang luasnya 68,20 ha. Sedangkan hutan produksinya seluas 452,30ha. Jadi total luas hutan
tersebut adalah 520,50ha. Jenis tumbuhan yang ada di hutan wengkon Desa Mentaraman
adalah mahoni, jati, dan gemelina. Di samping itu kegiatan para nelayan yang ada di
daerah itu juga akan menjadi obyek tersendiri bagi para wisatawan.

E. Pengaruh Jalur Lintas Selatan bagi Potensi Pariwisata di Malang Selatan.
Dengan adanya jalur lintas Selatan nantinya diharapkan semua objek pariwisata yang ada
di Malang Selatan bisa berkembang, khususnya pada kompleks wisata pesisir Jonggring Saloka.
Wisatawan yang berkunjung ke kompleks wisata pesisir Jonggring Saloka bisa meningkat secara
signifikan ketika jalur lintas selatan dan jalan menujuk ke kompleks wisata tersebut sudah
selesai dibangun.
Selanjutnya, dengan berkembangnya pariwisata yang ada di Desa Mentaraman ini diharapkan
bisa membuka lapangan pekerjaan bagi penduduknya. Pengangguran bisa terkurangi dan
penghasilannya pun diharapkan bisa meningkat. Di lain pihak, bisa menambah pendapatan asli
daerah (PAD) sehingga dapat menunjang keberlangsungan otonomi daerah.



BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan latar belakang, tujuan, analisis data, dan pembahasan hasil karya tulis
ilmiah ini maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Obyek wisata di Malang Selatan tidak kalah menariknya dengan obyek wisata Malang Utara.
Wilayah Malang Selatan banyak sekali ditemukan obyek wisata pantai yang indah.
2. Kompleks wisata pesisir Jonggring Saloka memiliki potensi wisata yang sangat indah
dengan panorama alam yang layak dijual kepada wisatawan nusantara (wisnu) maupun
wisatawan manca negara (wisman).
3. Potensi itu akan semakin meningkat menjadi obyek wisata terkenal seiring dengan
selesainya jalur lintas selatan. Potensi obyek wisata pesisir Jonggring Saloka akan
menjadi sumber pendapatan yang dapat meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) sehingga
dapat menunjang keberlangsungan otonomi daerah.

B. Saran
Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan maka dapat diajukan beberapa saran sebagai
berikut:
1. Diharapkan pemerintah segera menggarap kompleks wisata pesisir Jonggring Saloka beserta
infrastrukturnya secara serius sehingga bisa meningkatkan daya tarik pengunjung,
terlebih setelah selesainya pembangunan infrasuktur jalur lintas selatan.
2. Dalam pembangunan infrastruktur di kompleks wisata pesisir Jonggring Saloka hendaknya
memperhatikan keamanan, kenyamanan, dan keselamatan pengunjung, mengingat di kompleks
wisata tersebut merupakan daerah rawan gempa dan efek lainnya, termasuk bahaya tsunami
yang mungkin bisa terjadi.
3. Dalam mengelola potensi sumberdaya negara ini diharapkan tetap memperhatikan unsur
kelestarian lingkungan agar kekayaan alam karunia Allah ini tidak hanya dinikmati di
masa sekarang, tetapi juga oleh generasi mendatang.



DAFTAR PUSTAKA

Ishak, dkk. 1989. Geografi Jilid 2b. Klaten: PT Intan Pariwara.
Iswahyudiharto. 1997. Peranan Bulan Bakti LKMD Terhadap Peningkatan Partisipasi Masyarakat
Dalam Menunjang Program-Program Pembangunan Di Desa Sumbermenjingkulon Kecamatan Pagak
Kabupaten Malang. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Program Sarjana IKIP MALANG.
Jumadi. 1995. Hubungan Jarak, Biaya Transportasi, dan Kondisi Jalan dengan Frekuensi
Kunjungan Wisatawan Lokal Obyek Wisata Monumen Soeryo di Kecamatan Kedunggalar
Kabupaten Ngawi. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Program Sarjana IKIP MALANG.
Kartawidjaja Omi, Tanudidjaja Moh Ma’mur. 1986. Penuntun Pelajaran Geografi.
Bandung: Ganeca Exact.
Kudanarpodo Kartiman, Setiawan Didang. 1997. Geografi 2. Jakarta: PT Balai Pustaka.
Kuswanto, dkk. 2003. Geografi Kelas 2 SLTP. Solo: PT. Tiga Serangkai.
Marbun M.A. 1982. Kamus Geografi. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Moeliono Anto M., dkk. 1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Mulyo Bambang Nianto, Suhandini Purwadi. 2004. Geografi 1. Solo: PT Tiga Serangkai.
Saher Laely, dkk. 2004. Geografi untuk SMA kelas X. Jakarta: Erlangga.
Sandy I Made. 1982. Atlas Indonesia Buku Pertama Umum. Jakarta: Tenaga Indonesia.
Tabloid Kanjuruan. 2002. Tabloid Kanjuruhan Edisi 15 Tahun 11 Agustus. Malang: Pemerintah
Kabupaten Malang.
Tanpa Nama. 1999. Undang-Undang Otonomi Daerah. Bandung: Kuraiko Pratama.
Tim Penyusun Atlas. 1993. Altlas Dunia. Jakarta: Pustaka Amani.
Tim.2006. VCD Pesta Labuhan Jonggring Saloka dan Panorama Goa Sengik. Mentaraman
Malang: LKDPH Samudra Wana Lestari.
Wardiyatmoko, Bintarto. 2003. Geografi SMU Kelas 1. Jakarta: PT Erlangga.



Lampiran 1



MATERI WAWANCARA UNTUK RESPONDEN

1. Pantai Jonggring Saloka dan Ngebros itu pantai alami atau pantai buatan?
2. Apakah dulu di pantai ini dikunjungi banyak wisatawannya?
3. Kira-kira mulai kapan taman wisata ini ditutup? Dan mengapa ditutup?
4. Mengapa demikian? Padahal kalau dilihat dari adanya loket disana kelihatannya dulu
banyak pengunjungnya?
5. Apakah tidak ada investor yang berkenan untuk mengolah pantai ini?
6. Apakah ada pengelola harian untuk merawat/membersihkan pantai tersebut?
7. Jika ada, penggelola tersebut mendapat upah apa tidak? Jika iya dari manakah dana untuk
memberinya upah?
8. Pantai Jonggring Saloka terletak dikaki gunung apa?
9. Jarak kompleks wisata pesisir Jonggring Saloka dari jalan raya berapa km?
10. Berapa ketinggian kompleks wisata pesisir Jonggring Saloka dari permukaan laut?
11. Apa saja sumberdaya alam yang ada di kompleks wisata pesisir tersebut?
12. Adakah tempat lain yang bisa dikunjungi di kompleks wisata pesisir tersebut, seperti
gua?
13. Dalam hutan lindung dan hutan produksi di kompleks wisata Jonggring Saloka ada pohon
apa saja?
14. Apa pengaruh jalur lintas selatan pada banyaknya pengunjung?