Rabu, 14 April 2010

BUNGA SOKA

Saya tertarik dengan bunga ini karena tiga hal. Pertama, bunga ini hidup dan berkembang di sekitar lingkungan tempat tinggal saya, termasuk di lingkungan tempat kerja saya. Kedua, pernah ada seorang teman yang menganjurkan berusaha di bidang penanaman massal bunga soka ini. Ketiga, ketika anak saya masih kecil hidungnya sempat kemasukan buah tanaman soka ini.

Bunga ini banyak hidup di sekitar lingkungan tempat tinggal saya. Begitu keluar rumah, tatapan mata saya selalu disuguni oleh merah meronanya bunga menawan dari tumbuhan perdu ini. Tumbuhan yang nama latinnya Ixora Sp. ini berbunga sepanjang tahun, walau tidak pernah dirawat sekalipun. Dari pengamatan saya yang sekilas, soka bisa hidup di berbagi jenis tanah dengan keadaan tanah yang berat sekalipun, yakni pada tanah yang bertekstur lempung atau bahkan yang bertekstur liat.

Awalnya saya menganggap tumbuhan ini hanya hidup di pulau Jawa. Ternyata menurut http://free.vlsm.org, soka ini tersebar tidak hanya di pulau Jawa tetapi juga terdapat di pulau Sumatra dan pulau ternate dengan nama daerah masing-masing. Soka terdiri dari dua jenis. Menurut http://www.tanindo.com, dua jenis soka itu adalah soka asli Jawa (Ixora Javanica) dan soka hibrida. Tiga contoh soka hibrida itu adalah Ixoca Coccinea, Ixoca Fulgen, dan Ixoca Chinensis.
Soka lokal (lihat gambar) yang asli Jawa tingginya bisa mencapai lebih dari 4m. Lingkar pangkal batang bisa mencapai 40cm. Batang tumbuhan dikotil ini berwarna gelap yang kadang-kadang disertai bercak-bercak oleh lumut kerak yang banyak menempel pada batang, cabang, dan ranting-rantingnya dengan akar tunggang. Kayunya relatif keras. Bentuk daun lonjong dengan ukuran panjang maksimum 24,2cm dan lebar daun bagian tengah 9,6cm. Warna bunga merah dengan susunan menggerombol. Sedang untuk soka hibrida dalam segala hal, ukurannya lebih kecil. Kelebihan dari soka hibrida warna bunganya lebih variatif dan mudah ditanam. Warna bunga soka hibrida ada yang berwarna merah, jingga, merah muda, kuning, dsb.

Dalam uraiannya, http://free.vlsm.org menjelaskan bahwa soka ini di samping memiliki bunga yang indah, juga berkhasiat sebagai obat luka baru dengan cara menumbuk halus batang dan akarnya yang kemudian dioleskan ke bagian yang terluka. Sedang kandungan kimia dari soka ini adalah saponim dan flavonoida.

Di kalangan masyarakat, tanaman soka sering dijadikan sebagai tanaman hias. Para penghobi tanaman hias sering menempatkannya di taman-taman sebagai tanaman outdoor karena memang hakekatnya soka hidup di tempat terbuka, walaupun bisa juga difungsikan sebagai tanaman hias dalam ruangan (indoor). Selain itu, rumpun bunga soka sering digunakan oleh sebagian masyarakat untuk bunga tabur. Sebagai bunga tabur, bunga soka sering dicampur dengan bunga mawar, bunga melati, bunga kenanga, bunga kanthil, dsb. Bunga tabur merupakan bunga yang dipakai oleh sebagian masyarakat untuk ditaburkan di tempat-tempat tertentu, misalnya di makam atau untuk kegiatan ritual tertentu. Ternyata kebutuhan bunga soka untuk kegiatan-kegiatan tersebut relatif tinggi. Sementara itu pasokannya tidak seimbang. Hal itu disebabkan para pengepul bunga soka harus berkeliling ke berbagai desa untuk mencari bunga tersebut dari rumah ke rumah. Belum banyak orang yang mengebunkan bunga ini secara khusus sebagai tanaman holtikultura. Lantara itu seorang teman saya suatu ketika nyeletuk, menawari saya untuk mengebunkan soka. "Tapi soka yang dibutuhkan untuk bunga tabur adalah soka asli lokal, bukan yang kecil-kecil itu (maksudnya bukan soka hibrida). Soka yang kecil-kecil itu tidak laku" ujar teman tadi. "Nanti kalau berhasil, beri tahu saya. Teman saya yang pedagang bunga tabur akan membeli hasil panenan bunga sokanya. Saya sudah mencoba menanamnya, tapi tidak berhasil" imbuh seorang teman tadi. Awalnya saya tertarik. Pikir saya, lahan di depan perpustakan sekolah dan di beberapa tempat lain yang memungkinkan bisa ditanami soka. Sempat terbayang di benak, lahan tidur di depan ruang perpustakaan itu nanti jadi memerah oleh bunga soka, siswa yang ikut ekstrakurikuler pertamanan dapat pengetahuan dan pengalaman baru, di samping nantinya dapat penghasilan dari penjualan bunga itu. Namun bayangan itu saya patahkan sendiri setelah seorang teman tadi mengatakan untuk bunga tabur. Walaupun begitu diam-diam saya berusaha untuk menanamnya di rumah yang saya tinggali untuk menambah koleksi tanaman hias yang ada. Usaha penanaman yang saya lakukan dengan menggunakan stek batang. Cara ini yang saya tempuh sebab untuk menemukan buahnya tidak semudah menemukan bunganya. Di samping itu ada yang menuturkan kalau menanam soka bisa dengan menggunakan cara stek batang. Tetapi apa yang terjadi? Ternyata cara yang saya tempuh tidak berhasil. Batang soka yang tertancap di tanah itu mengering.

Saya sempat heran ketika anak saya masih kecil bisa menemukan buah soka untuk dibuat mainan lalu dimasukkan hidung yang kemudian sempat bersarang di lubang hidung itu. Bapak mertua sempat panik. Bapak mertua tak berani mengeluarkan buah soka itu dari lubang hidung cucunya, walau beliau seorang paramedis yang pekerjaannya mengoperasi pasien. Sering melakukan pembedahan. Ternyata paramedis juga manusia. Menghadapi pasien yang tak ada kaitan darah secara langsung bisa tegar, tetapi begitu yang dihadapi cucunya sendiri kondisi psikologisnya berbeda.

Sumber:
1. http://free.vlsm.org
2. http://www.tanindo.com

3 komentar:

  1. thnkz ya,, bisa buat bahan bacaan tambahan untuk menyelesaikan tugas saya,,

    BalasHapus
  2. saya justru suka soka yang hibrid, yg lebih kecil itu....oh iya dan ada juga di papua :D

    BalasHapus
  3. http://sokasetyo.blogspot.com/

    BalasHapus