Ahad, 12 Juni 2011 lalu, "nuansa masel" dapat kesempatan mengikuti studi lapangan mahasiswa Jurusan Fisika FMIMA, Universitas Brawijaya (UB) Malang ke daerah yang bertopografi karst di Malang selatan, tepatnya di Kecamatan Sumbermanjing. Kuliah tentang Geologi dan Geomorfologi ini dipimpin langsung oleh Ketua Jurusan Fisika FMIPA, UB Malang, Adi Susilo, Ph.D. Gejala Geologi/Geomorfologi yang pertama dikaji adalah patahan di daerah karst tersebut. Dalam kajian itu, Adi Susilo yang asli Malang selatan ini mengemukakan proses terbentuknya daerah patahan itu. Kemudian beliau memerintahkan kepada mahasiswa untuk menentukan ketinggian tempat dengan menggunakan GPS. Di samping itu para mahasiswa diminta untuk menentukan kemiringan lereng, lokasi absolut, tekanan udara, dan suhu udaranya.
Kegiatan berikutnya, para mahasiswa diajak terjun ke sebuah sungai karst yang nyaris tak berair lagi. Sungai itu berada di Desa Sumberagung Kecamatan Sumbermanjing. Untuk menuju lembah yang termasuk sungai musiman ini, para mahasiswa harus menuruni lereng curam sedalam 5m. Dasar sungai pada Daerah Aliran Sungai (DAS) hulu ini dipenuhi oleh fragmen-fragmen batuan. Di tempat ini para mahasiswa diminta mengidentifikasi jenis-jenis batuan yang ada. Setelah mahasiswa mengidentifikasi, Adi Susilo menjelaskan bahwa batuan-batuan yang ada di dasar sungai itu adalah batuan sedimen. Batuan sedimen yang dimaksud adalah batuan gamping. Terbentuknya batuan gamping tidak terlepas dari peranan organisme. Organisme yang dimaksud adalah organisme laut, yakni tumbuhan dan binatang karang. Sisa-sisa organisme laut tersebut kemudian terakumulasi dan terendapkan. Setelah memberikan penjelasan tersebut, kemudian para mahasiswa diminta mengidentifikasi sisa-sisa organisme laut tersebut yang telah memfosil dan menyatu dengan batukapur (limestone). Selain batukapur, mahasiswa juga diminta mengidentifikasi batuan sedimen lain yang ada di tempat itu. Tak lupa, para mahasiswa tersebut juga melakukan pengukuran-pengukuran seperti sebelumnya.
Lokasi ketiga yang dituju adalah tempat keberadaan lapisan batubara di desa yang sama. Ketua Jurusan Fisika yang ahli Geofisika tersebut menceritakan asal-usul terbentuknya lapisan tersebut dan bahwa hal-hal yang berkaitan dengannya. Formasi batubara tersebut berlapis-lapis tipis. Menurut penuturan beliau lapisan batubara ini memanjang hingga Tulungagung.
Singkapan pada tebing kaolin merupakan tinjauan keempat. Kaolin tersebut berlokasi di Desa Kedungbanteng Kecamatan Sumbermanjing. Sedangkan lokasi terakhir yang dituju adalah daerah yang dicurigai terdapat mineral emas, selain juga zeolit, dan mineral-mineral lain. Daerah yang dituju tersebut termasuk Desa Sidomulyo Kecamatan Sumbermanjing.
Sabtu, 25 Juni 2011
Jumat, 24 Juni 2011
BUKIT SISA DI AREAL PERTAMBANGAN
Paling tidak ada tiga tempat yang pernah "nuansa masel" saksikan berkaitan dengan fenomena pada gambar di samping. Fenomena bukit sisa di areal pertambangan. Ketiga-tiganya berada pada daerah karst. Dua fenomena di bekas penambangan batukapur di Kecamatan Pagak dan di Kecamatan Kalipare. Sedang yang ketiga, seperti yang tertera pada gambar di samping, ditemukan di lokasi penambangan piropilit yang saat ini masih aktif dieksploitasi di Kecamatan Sumbermanjing. Ketiga-tiganya berbentuk tegakan kokoh seperti ibujari yang terangkat ke atas dengan puncaknya ditumbuhi oleh vegetasi.
"nuansa masel" hanya menduga bahwa bukit sisa itu terjadi karena batuan penyusun yang kemudian membentuk bukit sisa itu memiliki tingkat kekerasan yang tinggi. Para pekerja tambang itu meninggalkan begitu saja bukit sisa itu karena peralatan baja yang mereka gunakan tak mampu mengoyak dan menghancurkan bukit itu. Bahkan menurut penuturan, untuk bukit sisa yang ada di Kecamatan Pagak itu tetap kokoh walau di sekitarnya dihancurkan dengan menggunakan dinamit. Lantas berapa tingkat kekerasan batuan tersebut menurut skala Moh? Mineral apa yang menyusun batuan tersebut?
Seperti kita ketahui bersama bahwa untuk menyatakan tingkat kekerasan mineral, para ahli sering menggunakan skala Moh yang dinyatakan dengan angka 1 sampai 10. Satu contoh, skala 1 untuk mineral talk, skala 2 untuk gipsum, skala 3 untuk kalsit, skala 4 untuk fluorit, skala 5 untuk apatit, skala 6 untuk ortoklas, skala 7 untuk kuarsa, skala 8 untuk topas, skala 9 untuk korundum, dan skala 10 untuk intan (Understanding Earth dalam Adi Susilo, 2010). Ambil saja berikutnya mineral kuarsa. Mineral kuarsa ini baru bisa dibelah bila menggunakan kikir baja. Lantas apa bukit sisa itu banyak mengandung kuarsa? Bisa saja, karena dalam penambangan piropilit di sekitarnya yang piropilit sendiri juga mengandung kuarsa. Piropilit dan kuarsa sama-sama masuk grup mineral silikat. Namun demikian tidak tertutup kemungkinan bukit sisa tersebut mengandung korundum, mengingat terdapatnya korundum bisa juga terjadi dalam proses metamorfosa di daerah batugamping. Terlebih piropilit ini memiliki kemiripan warna dengan korundum. Warna korundum adalah abu-abu, biru, merah muda, merah, kuning, hijau, violet (merah lembayung), atau hitam. Bahkan dalam situsnya, http://skywalker.cochise.edu/wellerr/mineral/corundum/nineral-prop.htm, Roger Weller juga memerikan contoh gambar korundum yang berwarna coklat, di samping merah muda. Jadi kekerasan mineral yang ada pada bukit sisa itu dalam skala 9? Lantas pertanyaan berikutnya, mengapa kalau itu diduga korundum tidak sekalian diambil? Apa mereka tidak tahu? Atau apa karena tidak ekonomis? Itulah sederet pertanyaan yang mungkin bisa bertambah banyak lagi pertanyaan yang bisa diajukan. Yang praktis mestinya ambil sebagian dari bukit sisa itu kemudian diuji di dalam laboratorium secara fisik dan kimia dengan teliti. Hasilnya pasti diketahui, mineral apa yang terkandung dalam bukit sisa itu dan diperoleh kesimpulan sebab-musababnya mineral itu ditinggalkan begitu saja sebagai bukit sisa.
Sumber bacaan:
- Setia Graha, Doddy. 1987. Batuan dan Mineral. Bandung: Nova.
- Susilo, Adi. 2010. Presentasi Mineral dan Batuan pada ToT Kebumian. Malang: Tidak Diterbitkan
- Weller, Roger. 2010. (http://skywalker.cochise.edu).
"nuansa masel" hanya menduga bahwa bukit sisa itu terjadi karena batuan penyusun yang kemudian membentuk bukit sisa itu memiliki tingkat kekerasan yang tinggi. Para pekerja tambang itu meninggalkan begitu saja bukit sisa itu karena peralatan baja yang mereka gunakan tak mampu mengoyak dan menghancurkan bukit itu. Bahkan menurut penuturan, untuk bukit sisa yang ada di Kecamatan Pagak itu tetap kokoh walau di sekitarnya dihancurkan dengan menggunakan dinamit. Lantas berapa tingkat kekerasan batuan tersebut menurut skala Moh? Mineral apa yang menyusun batuan tersebut?
Seperti kita ketahui bersama bahwa untuk menyatakan tingkat kekerasan mineral, para ahli sering menggunakan skala Moh yang dinyatakan dengan angka 1 sampai 10. Satu contoh, skala 1 untuk mineral talk, skala 2 untuk gipsum, skala 3 untuk kalsit, skala 4 untuk fluorit, skala 5 untuk apatit, skala 6 untuk ortoklas, skala 7 untuk kuarsa, skala 8 untuk topas, skala 9 untuk korundum, dan skala 10 untuk intan (Understanding Earth dalam Adi Susilo, 2010). Ambil saja berikutnya mineral kuarsa. Mineral kuarsa ini baru bisa dibelah bila menggunakan kikir baja. Lantas apa bukit sisa itu banyak mengandung kuarsa? Bisa saja, karena dalam penambangan piropilit di sekitarnya yang piropilit sendiri juga mengandung kuarsa. Piropilit dan kuarsa sama-sama masuk grup mineral silikat. Namun demikian tidak tertutup kemungkinan bukit sisa tersebut mengandung korundum, mengingat terdapatnya korundum bisa juga terjadi dalam proses metamorfosa di daerah batugamping. Terlebih piropilit ini memiliki kemiripan warna dengan korundum. Warna korundum adalah abu-abu, biru, merah muda, merah, kuning, hijau, violet (merah lembayung), atau hitam. Bahkan dalam situsnya, http://skywalker.cochise.edu/wellerr/mineral/corundum/nineral-prop.htm, Roger Weller juga memerikan contoh gambar korundum yang berwarna coklat, di samping merah muda. Jadi kekerasan mineral yang ada pada bukit sisa itu dalam skala 9? Lantas pertanyaan berikutnya, mengapa kalau itu diduga korundum tidak sekalian diambil? Apa mereka tidak tahu? Atau apa karena tidak ekonomis? Itulah sederet pertanyaan yang mungkin bisa bertambah banyak lagi pertanyaan yang bisa diajukan. Yang praktis mestinya ambil sebagian dari bukit sisa itu kemudian diuji di dalam laboratorium secara fisik dan kimia dengan teliti. Hasilnya pasti diketahui, mineral apa yang terkandung dalam bukit sisa itu dan diperoleh kesimpulan sebab-musababnya mineral itu ditinggalkan begitu saja sebagai bukit sisa.
Sumber bacaan:
- Setia Graha, Doddy. 1987. Batuan dan Mineral. Bandung: Nova.
- Susilo, Adi. 2010. Presentasi Mineral dan Batuan pada ToT Kebumian. Malang: Tidak Diterbitkan
- Weller, Roger. 2010. (http://skywalker.cochise.edu).
Kamis, 23 Juni 2011
PIROPILIT KEMERAHAN DAN COKLAT BERCAK PUTIH
Seperti yang dikemukakan pada posting sebelumnya (Piropilit--Al2Si4O10(OH)2), bahwa piropilit memiliki warna putih, kuning pucat, dan/atau coklat kemerahan. Pada posting sebelumnya telah ditampilkan gambar piropilit warna putih keabu-abuan, maka pada posting ini disajikan piropilit warna coklat kemerahan dan piropilit coklat dengan bercak putih. Kedua mineral dengan warna berbeda tersebut ditemukan pada lokasi penambangan piropilit di Desa Argotirto Kecamatan Sumbermanjing, Kabupaten Malang. Piropilit warna coklat kemerahan dan piropilit coklat bercak putih ini jumlahnya tidak sebesar piropilit yang berwarna putih dan piropilit yang berwarna putih keabu-abuan. Lantaran warna yang berbeda itulah yang membuat "nuansa masel" penasaran.
Menurut Dr. Sunaryo, S.Si., M.Si., Ketua Program Studi Geofisika Jurusan Fisika FMIPA, UB Malang bahwa warna merah yang ada pada piropilit berasal dari feldspar. Feldspar, juga piropilit termasuk dalam grup mineral silikat yang tersusun dari alumunium dan silika. Mineral ini merupakan mineral paling umum atau paling banyak ditemukan di muka Bumi. Selanjutnya Dr. Sunaryo menjelaskan bahwa garis merah (lihat gambar atas) itu menunjukkan proses perlapisan dari feldspar itu. Sedangkan gambar bawah, feldspar coklat bercak putih, ada yang mengatakan bahwa warna coklat tersebut berasal dari kotoran yang mengandung potasium.
Menurut Dr. Sunaryo, S.Si., M.Si., Ketua Program Studi Geofisika Jurusan Fisika FMIPA, UB Malang bahwa warna merah yang ada pada piropilit berasal dari feldspar. Feldspar, juga piropilit termasuk dalam grup mineral silikat yang tersusun dari alumunium dan silika. Mineral ini merupakan mineral paling umum atau paling banyak ditemukan di muka Bumi. Selanjutnya Dr. Sunaryo menjelaskan bahwa garis merah (lihat gambar atas) itu menunjukkan proses perlapisan dari feldspar itu. Sedangkan gambar bawah, feldspar coklat bercak putih, ada yang mengatakan bahwa warna coklat tersebut berasal dari kotoran yang mengandung potasium.
PENAMBANGAN PIROPILIT
"nuansa masel" bersama MGMP Geografi SMA Kabupaten Malang yang bekerjasama dengan Program Studi Geofisika Jurusan Fisika FMIPA Universitas Brawijaya (UB) Malang melaksanakan MGMP Lapangan berkaitan dengan Lithosfer seisinya (sumberdaya mineral dan bahan galian) di Kecamatan Sumbermanjing Kabupaten Malang. Kegiatan tersebut dilaksanakan pada Selasa, 21 Juni 2011. Oleh Ketua Jurusan Fisika, Drs. Adi Susilo, M.Si, Ph.D. dan Ketua Program Studi Geofisika, Dr. Sunaryo, S.Si., M.Si., kami dibawa berkunjung ke lokasi penambangan piropilit. Penambangan piropilit tersebut berada di sebuah perbukitan yang secara global termasuk satu rangkaian dari pegunungan kapur di selatan Jawa. Pegunungan Kidul namanya. Titik penambangan tersebut yang berupa perbukitan tersebut berada di tepi barat Desa Argotirto yang berketinggian 462m di atas permukaan laut dengan luas puluhan hektar. Walaupun demikian, lokasi penambangan itu dari kejauhan hanya nampak sebagai singkapan kecil di atas puncak rangkaian perbukitan.
Untuk menuju lokasi tersebut, kami harus melalui jalan tanah sedikit berbatu dan bergelombang yang menanjak serta menurun curam dengan kelokan-kelokan tajam. Di sebelah jalan terdapat sungai yang berlembah terjal. Sungguh jalan penuh tantangan yang beresiko. Tantangan itu semakin bertambah ketika dalam menempu perjalanan tersebut berpapasan dengan puluhan truk pengangkut bijih piropilit. Kita harus pandai menempatkan kendaraan ketika berpapasan dengan truk bermuatan berat tersebut. Agar tidak terjadi hal-hal yang tidak kita inginkan, kita wajib membunyikan klakson pada titik rawan. Utamanya di sekitar tikungan. Kita harus mengalah dan menghentikan kendaraan pada posisi yang tepat agar truk-truk bermuatan berat tersebut dapat melaju dengan bebas. Sesampainya di lokasi penambangan, kita juga harus pandai menempatkan kendaraan di titik aman.
Piropilit--Al2Si4O10(OH)2 merupakan mineral grup silikat. Biasanya mineral ini ditemukan dalam formasi andesit tua (http://www.tekmira.esdm.go.id). Namun ternyata untuk piropilit yang satu ini ditemukan di daerah yang berformasi gamping. Aneka warna piropilit ditemukan di tempat ini. Piropilit di lokasi penambangan tersebut berwarna putih, kuning pucat, dan coklat kemerahan. Bahkan ditemukan pula warna coklat keputihan. Menurut Ketua Program Studi (Prodi) Geofisika, Sunaryo bahwa piropilit yang baik adalah piropilit yang berwarna putih keabu-abuan dengan kilap mutiara di permukaan belahannya. Di samping piropilit sebagai dominasi utamanya, di antara pecahan-pecahan mineral yang ada di lokasi penambangan tersebut, ditemukan pula pecahan semacam kalkopirit berkadar rendah.
Lahan penambangan dengan luas puluhan hektar tersebut cukup ditangani oleh seorang operator alat berat yang bertugas membongkar dan menghancurkan perbukitan kaya mineral ekonomis tersebut. Dengan alat berat itu pula, mineral ekonomis tersebut dinaikkan di atas truk yang kemudian diangkut menuju gudang di Turen sebelum dikirim keluar daerah. (Isi selengkapnya tentang pirolusit ini dapat dilihat pada posting sebelumnya dengan judul "Piropilit--Al2Si4O10(OH)2").
Untuk menuju lokasi tersebut, kami harus melalui jalan tanah sedikit berbatu dan bergelombang yang menanjak serta menurun curam dengan kelokan-kelokan tajam. Di sebelah jalan terdapat sungai yang berlembah terjal. Sungguh jalan penuh tantangan yang beresiko. Tantangan itu semakin bertambah ketika dalam menempu perjalanan tersebut berpapasan dengan puluhan truk pengangkut bijih piropilit. Kita harus pandai menempatkan kendaraan ketika berpapasan dengan truk bermuatan berat tersebut. Agar tidak terjadi hal-hal yang tidak kita inginkan, kita wajib membunyikan klakson pada titik rawan. Utamanya di sekitar tikungan. Kita harus mengalah dan menghentikan kendaraan pada posisi yang tepat agar truk-truk bermuatan berat tersebut dapat melaju dengan bebas. Sesampainya di lokasi penambangan, kita juga harus pandai menempatkan kendaraan di titik aman.
Piropilit--Al2Si4O10(OH)2 merupakan mineral grup silikat. Biasanya mineral ini ditemukan dalam formasi andesit tua (http://www.tekmira.esdm.go.id). Namun ternyata untuk piropilit yang satu ini ditemukan di daerah yang berformasi gamping. Aneka warna piropilit ditemukan di tempat ini. Piropilit di lokasi penambangan tersebut berwarna putih, kuning pucat, dan coklat kemerahan. Bahkan ditemukan pula warna coklat keputihan. Menurut Ketua Program Studi (Prodi) Geofisika, Sunaryo bahwa piropilit yang baik adalah piropilit yang berwarna putih keabu-abuan dengan kilap mutiara di permukaan belahannya. Di samping piropilit sebagai dominasi utamanya, di antara pecahan-pecahan mineral yang ada di lokasi penambangan tersebut, ditemukan pula pecahan semacam kalkopirit berkadar rendah.
Lahan penambangan dengan luas puluhan hektar tersebut cukup ditangani oleh seorang operator alat berat yang bertugas membongkar dan menghancurkan perbukitan kaya mineral ekonomis tersebut. Dengan alat berat itu pula, mineral ekonomis tersebut dinaikkan di atas truk yang kemudian diangkut menuju gudang di Turen sebelum dikirim keluar daerah. (Isi selengkapnya tentang pirolusit ini dapat dilihat pada posting sebelumnya dengan judul "Piropilit--Al2Si4O10(OH)2").
Rabu, 22 Juni 2011
PATAHAN NDRUJU
Menurut Adi Susilo, Ph.D, seorang ahli Geofisika lulusan S3 sebuah perguruan tinggi Australia yang juga Ketua Jurusan Fisika Universitas Brawijaya (UB) Malang pada acara MGMP Lapangan, MGMP Geografi SMA Kabupaten Malang, bahwa gambar yang tertera pada posting ini adalah sebuah patahan pada formasi karst. Formasi karst yang dimaksud adalah susunan batuan sedimen dengan dominasi berupa batuan kapur yang terletak di Malang Selatan. Batuan kapur itu sendiri merupakan bagian dari rangkaian pegunungan kapur yang ada di selatan pulau Jawa yang sering disebut dengan pegunungan Kidul. Adi Susilo menambahkan bahwa bukit yang ada tersebut merupakan puncak patahan (horst), sedang dataran di latar depan foto yang merupakan letak keberadaan Desa nDruju Kecamatan Sumbermanjing Kabupaten Malang adalah bagian dari lembah patahan (slenk/graben). Desa nDruju sendiri berada pada ketinggian 409m di atas permukaan laut. Patahan ini membentang dari Desa nDruju ke selatan sampai batas pesisir selatan pada Kecamatan yang sama, Kecamatan Sumbermanjing. Karena hal itu, untuk memudahkan dalam mengingat kemudian "nuansa masel" menyebutnya dengan 'Patahan nDruju'. Kemudian Adi Susilo menegaskan bahwa mengingat daerah tersebut tersusun dari batuan kapur, yang kapur itu sendiri terbentuk dari binatang dan tumbuhan karang yang ada di laut, maka daerah ini dahulunya berupa laut. Sisa-sisa organisme laut itu kemudian terakumulasi dalam jumlah besar yang kemudian terjadilah peristiwa geologi yang berupa pengangkatan. Peristiwa pengangkatan itu sendiri merupakan bentuk adanya gerak epirogenetik. Gerak epirogenetik yang dimaksud adalah gerak epirogenetik negatif, yakni naiknya daratan yang kemudian seolah-olah permukaan air laut mengalami penurunan.
Menanggapi pertanyaan dari seorang rekan tentang waktu terbentuk batuan kapur, Adi Susilo mengingatkan bahwa terbentuknya pada lebih kurang 90 juta tahun yang lalu. "nuansa masel" menambahkan bahwa pegunungan kapur yang ada itu terbentuk pada Zaman Kapur, Era Mesozoikum. Sedang terjadinya patahan tersebut lantaran batuan kapur cenderung bersifat nonplastis.
Sekedar diketahui, batuan kapur yang ada di Desa nDruju Kecamatan Sumbermanjing ini dikenal masyarakat sebagai penghasil batukapur olahan yang terbaik di Wilayah Malang Raya. Batukapur olahan dikerjakan melalui proses pembakaran. Biasanya batukapur olahan ini dipergunakan untuk campuran perekat pada bangunan, pewarna dinding, dan beberapa keperluan lain.
Menanggapi pertanyaan dari seorang rekan tentang waktu terbentuk batuan kapur, Adi Susilo mengingatkan bahwa terbentuknya pada lebih kurang 90 juta tahun yang lalu. "nuansa masel" menambahkan bahwa pegunungan kapur yang ada itu terbentuk pada Zaman Kapur, Era Mesozoikum. Sedang terjadinya patahan tersebut lantaran batuan kapur cenderung bersifat nonplastis.
Sekedar diketahui, batuan kapur yang ada di Desa nDruju Kecamatan Sumbermanjing ini dikenal masyarakat sebagai penghasil batukapur olahan yang terbaik di Wilayah Malang Raya. Batukapur olahan dikerjakan melalui proses pembakaran. Biasanya batukapur olahan ini dipergunakan untuk campuran perekat pada bangunan, pewarna dinding, dan beberapa keperluan lain.
Senin, 20 Juni 2011
KOPI YANG TAK BERBUAH MAKSIMAL
"Itulah dampak lain dari tingginya curah hujan", tutur seorang warga di Desa Sidomulyo Kecamatan Sumbermanjing menjawab pertanyaan "nuansa masel" tentang sedikitnya buah kopi yang dihasilkan tanaman kopi di sana, padahal pohonnya terlihat tumbuh subur. Dalam keadaan normal, buah kopi tersebut akan berderet di sepanjang ranting pohon kopi. Sedang buah kopi yang ada menggerombol tak seberapa banyak. Bahkan di antaranya sudah rusak sebelum dipetik.
Desa Sidomulyo yang secara administratif masuk Kecamatan Sumbermanjing berada di ketinggian 375m di atas permukaan laut. Geomorfologinya berupa daerah berbukit dan berlembah curam yang berdekatan dengan laut selatan, yakni samudera Indonesia/samudera Hindia. Secara geologis, daerah tersebut tersusun dari formasi batuan kapur yang terlihat berselang-seling batuan vulkanis. Bahkan di antaranya ditemukan pula semacam batuan metamorf. Tanahnya relatif subur dengan vegetasi penutup berupa pertanian perkebunan. Seperti yang di-posting-kan sebelumnya, bahwa daerah tersebut merupakan daerah penghasil perkebunan cengkeh, kelapa, kopi, pisang, manggis, durian, dan beberapa hasil pertanian lainnya. Daerah ini juga kaya akan mineral dan bahan galian. Curah hujan yang ekstrim akibat dari gangguan iklim global "La Nina" mengakibatkan produk perkebunan turun, seperti halnya kopi. Nampak kuat pengaruh iklim (dalam hal ini tingginya curah hujan) terhadap perkembangan pembuahan tanaman perkebunan, tidak terkecuali kopi.
Kopi yang ditanam di desa tersebut ada dua jenis, yaitu kopi robusta dan kopi arabika. Namun kopi robusta yang nampaknya mendominasi tanaman perkebunan penduduk. Ada yang menuturkan karena kopi robusta yang berdaun lebih kecil dari kopi arabika itu lebih mudah perawatannya dan tanah hama dan penyakit.
Desa Sidomulyo yang secara administratif masuk Kecamatan Sumbermanjing berada di ketinggian 375m di atas permukaan laut. Geomorfologinya berupa daerah berbukit dan berlembah curam yang berdekatan dengan laut selatan, yakni samudera Indonesia/samudera Hindia. Secara geologis, daerah tersebut tersusun dari formasi batuan kapur yang terlihat berselang-seling batuan vulkanis. Bahkan di antaranya ditemukan pula semacam batuan metamorf. Tanahnya relatif subur dengan vegetasi penutup berupa pertanian perkebunan. Seperti yang di-posting-kan sebelumnya, bahwa daerah tersebut merupakan daerah penghasil perkebunan cengkeh, kelapa, kopi, pisang, manggis, durian, dan beberapa hasil pertanian lainnya. Daerah ini juga kaya akan mineral dan bahan galian. Curah hujan yang ekstrim akibat dari gangguan iklim global "La Nina" mengakibatkan produk perkebunan turun, seperti halnya kopi. Nampak kuat pengaruh iklim (dalam hal ini tingginya curah hujan) terhadap perkembangan pembuahan tanaman perkebunan, tidak terkecuali kopi.
Kopi yang ditanam di desa tersebut ada dua jenis, yaitu kopi robusta dan kopi arabika. Namun kopi robusta yang nampaknya mendominasi tanaman perkebunan penduduk. Ada yang menuturkan karena kopi robusta yang berdaun lebih kecil dari kopi arabika itu lebih mudah perawatannya dan tanah hama dan penyakit.
BREKSI PADA SUNGAI KARST
Breksi adalah batuan sedimen yang tersusun dari fragmen-fragmen (pecahan-pecahan) batuan yang ujungnya (bersudut) runcing dan telah tersementasi (terekat) oleh material-material batuan yang lebih halus (biasanya mengandung kalsium karbonat dan silikat).
Breksi, juga konglomerat termasuk dalam kelompok batuan sedimen klastik. Kalau konglomerat banyak ditemukan di daerah perairan, terutama di sekitar sungai, namun breksi tidak selalu demikian. Breksi memiliki beberapa tipe, antara lain fault breccias, volcanic breccias, agglomerate, bone breccias, dan cemented scree atau talus deposit (M.A. Marbun, 1982:27). Dilihat dari perantara atau mediumnya, batuan sedimen dapat dibagi menjadi tiga golongan, yaitu: 1. Batuan sedimen aeris ata aeolis. 2. Batuan sedimen glasial. 3. Batuan sedimen akuatis (aqua = air)
Breksi yang tertera dalam gambar di atas termasuk batuan sedimen akuatis, tepatnya ditemukan pada sebuah sungai karst (sungai di daerah kapur) yang menurut intensitas airnya termasuk sungai musiman (ada ahli yang mengatakan sungai intermitten). Pastinya sungai tersebut kering ketika tidak terisi oleh air hujan, seperti ketika breksi ini ditemukan. Sedangkan tipe breksi tersebut adalah cemented scree, artinya pecahan-pecahan batukapur yang bersudut lancip itu terbungkus dan terekatkan oleh material-material sedimen kapur yang lebih halus, sehingga terbentuk bongkahan batu yang baru. Batu yang terbentuk kemudian itulah yang disebut breksi. Breksi tersebut terdapat di sebuah sungai kecil Desa Sumberagung Kecamatan Sumbermanjing, Kabupaten Malang bercampur dengan batuan-batuan sedimen lainnya.
Breksi, juga konglomerat termasuk dalam kelompok batuan sedimen klastik. Kalau konglomerat banyak ditemukan di daerah perairan, terutama di sekitar sungai, namun breksi tidak selalu demikian. Breksi memiliki beberapa tipe, antara lain fault breccias, volcanic breccias, agglomerate, bone breccias, dan cemented scree atau talus deposit (M.A. Marbun, 1982:27). Dilihat dari perantara atau mediumnya, batuan sedimen dapat dibagi menjadi tiga golongan, yaitu: 1. Batuan sedimen aeris ata aeolis. 2. Batuan sedimen glasial. 3. Batuan sedimen akuatis (aqua = air)
Breksi yang tertera dalam gambar di atas termasuk batuan sedimen akuatis, tepatnya ditemukan pada sebuah sungai karst (sungai di daerah kapur) yang menurut intensitas airnya termasuk sungai musiman (ada ahli yang mengatakan sungai intermitten). Pastinya sungai tersebut kering ketika tidak terisi oleh air hujan, seperti ketika breksi ini ditemukan. Sedangkan tipe breksi tersebut adalah cemented scree, artinya pecahan-pecahan batukapur yang bersudut lancip itu terbungkus dan terekatkan oleh material-material sedimen kapur yang lebih halus, sehingga terbentuk bongkahan batu yang baru. Batu yang terbentuk kemudian itulah yang disebut breksi. Breksi tersebut terdapat di sebuah sungai kecil Desa Sumberagung Kecamatan Sumbermanjing, Kabupaten Malang bercampur dengan batuan-batuan sedimen lainnya.
PUNGLOR (ANIS) MERAH
Kicaunya yang merdu meninggi dan panjang yang kemudian merendah, diimbangi gerakak kepala ke kanan--ke kiri, ke atas dan ke bawah membuat para penggemar berlomba-lomba untuk memilikinya. Gerakan kepala itu mereka sebut teler. Gerakan itu dianggap bak seorang pemabuk. Para penggemar burung kicauan rela merogoh kocek dalam-dalam demi burung ini. Semakin bagus dan semakin lama burung itu mampu bertahan berkicau, ditambah semakin teler gerakannya, maka semakin mahal harga burung itu. Apalagi kalau burung tersebut sudah pernah memperoleh gelar juara dalam suatu kontes burung kicauan, maka harganya akan melambung tidak masuk akal. Harga normal burung yang sudah pandai berkicau dan teler berkisar antara Rp 1.000.000,- sampai sekitar Rp 1.500.000,-. Seorang penggemar yang juga setengah pedagang beberapa hari yang lalu menjual dua ekor burung jenis ini seharga Rp 2.600.000,-. Suatu harga yang tinggi menurut ukuran penulis. Sedangkan untuk seekor anakan yang baru mulai bisa makan sendiri dengan umur sekitar satu bulan dihargai Rp 750.000,-.
Itulah tingginya gengsi burung yang oleh sebagian besar masyarakat Jawa Timur disebut punglor. Sedangkan di Jawa Barat dan beberapa tempat yang lain sering disebut sebagai anis. Gambar yang tertera di atas dinamai punglor (anis) merah karena bulu kepala dan bulu bagian depan berwarna kemerahan (tepatnya: coklat). Sedang bulu punggungnya didominasi warna hitam dan bulatan yang berwarna lebih hitam. Untuk bulu sayapnya berwarna hitam dengan sedikit warna putih pada tekukan sayap. Ada sebagian masyarakat yang menyebut punglor (anis) merah ini dengan punglor bata, karena warnar utamanya mirip warna bata (batu merah).
Sebenarnya ada beberapa varietas dari jenis burung punglor ini. Varietas lain tersebut di antaranya punglor jali. Punglor jali ini ada juga yang menyebut dengan anis kembang. Ada pula punglor macan, punglor kopi, punglor mandarin, dan punglor cendana. Punglor jali atau anis kembang, bagian kepalanya berwarna coklat tua, punggung hitam, dan bagian depan (dada) berwarna putih bertotol-totol hitam. Warna punglor macan hampir mirip dengan punglor jali atau anis kembang. Bedanya, bercak-bercak hitam pada dadanya lebih besar. Ukuran badannya pun lebih besar. Punglor kopi berwarna utama hitam dengan di beberapa tempat berbulu putih. Menurut penuturan, punglor kopi ini dulu banyak ditemukan di sekitar perkebunan kopi. Sedang untuk punglor mandari didominasi warna coklat. Adapun untuk punglor cendana, warna bulu utamanya adalah coklat cerah dengan beberapa variasi putih.
Daerah persebaran burung ini hampir merata di wilayah Indonesia bagian Barat dan Nusa Tenggara, mulai dari Sumatera, Jawa, Kalimantan, Bali, dan beberapa pulau di Nusa Tenggara. Di habitatnya, burung-burung tersebut hidup dan bersarang di pohon-pohon tinggi. Mereka memakan berbagai macam serangga dan ulat. Tidak jarang mereka pun turun ke permukaan tanah yang lembab atau becek untuk mencari cacing. Umumnya burung-burung tersebut bertelur antara dua sampai tiga butir. Saat ini, burung punglong yang hidup di alam liar semakin langka. Kicauannya di tengah rimba sudah jarang terdengar. Terlebih di pulau Jawa. Pemangsa tingkat kedua dalam rantai makanan ini kehidupannya semakin terancam oleh para pemburu, walau saat ini sudah ada pihak yang sudah berhasil menangkarkannya. Para pengangkar itu umumnya menangkarkan punglor merah dan punglor jali atau anis kembang yang secara ekonomis memang paling mahal harganya, di samping paling mudah mendapatkannya. Para penangkar punglor kabarnya berada di Bali, Solo, Malang, dan Jakarta. Semoga hasil tangkarannya ada yang dilepasliarkan di habitat aslinya sehingga keseimbangan ekosistem itu dapat terjaga.
Itulah tingginya gengsi burung yang oleh sebagian besar masyarakat Jawa Timur disebut punglor. Sedangkan di Jawa Barat dan beberapa tempat yang lain sering disebut sebagai anis. Gambar yang tertera di atas dinamai punglor (anis) merah karena bulu kepala dan bulu bagian depan berwarna kemerahan (tepatnya: coklat). Sedang bulu punggungnya didominasi warna hitam dan bulatan yang berwarna lebih hitam. Untuk bulu sayapnya berwarna hitam dengan sedikit warna putih pada tekukan sayap. Ada sebagian masyarakat yang menyebut punglor (anis) merah ini dengan punglor bata, karena warnar utamanya mirip warna bata (batu merah).
Sebenarnya ada beberapa varietas dari jenis burung punglor ini. Varietas lain tersebut di antaranya punglor jali. Punglor jali ini ada juga yang menyebut dengan anis kembang. Ada pula punglor macan, punglor kopi, punglor mandarin, dan punglor cendana. Punglor jali atau anis kembang, bagian kepalanya berwarna coklat tua, punggung hitam, dan bagian depan (dada) berwarna putih bertotol-totol hitam. Warna punglor macan hampir mirip dengan punglor jali atau anis kembang. Bedanya, bercak-bercak hitam pada dadanya lebih besar. Ukuran badannya pun lebih besar. Punglor kopi berwarna utama hitam dengan di beberapa tempat berbulu putih. Menurut penuturan, punglor kopi ini dulu banyak ditemukan di sekitar perkebunan kopi. Sedang untuk punglor mandari didominasi warna coklat. Adapun untuk punglor cendana, warna bulu utamanya adalah coklat cerah dengan beberapa variasi putih.
Daerah persebaran burung ini hampir merata di wilayah Indonesia bagian Barat dan Nusa Tenggara, mulai dari Sumatera, Jawa, Kalimantan, Bali, dan beberapa pulau di Nusa Tenggara. Di habitatnya, burung-burung tersebut hidup dan bersarang di pohon-pohon tinggi. Mereka memakan berbagai macam serangga dan ulat. Tidak jarang mereka pun turun ke permukaan tanah yang lembab atau becek untuk mencari cacing. Umumnya burung-burung tersebut bertelur antara dua sampai tiga butir. Saat ini, burung punglong yang hidup di alam liar semakin langka. Kicauannya di tengah rimba sudah jarang terdengar. Terlebih di pulau Jawa. Pemangsa tingkat kedua dalam rantai makanan ini kehidupannya semakin terancam oleh para pemburu, walau saat ini sudah ada pihak yang sudah berhasil menangkarkannya. Para pengangkar itu umumnya menangkarkan punglor merah dan punglor jali atau anis kembang yang secara ekonomis memang paling mahal harganya, di samping paling mudah mendapatkannya. Para penangkar punglor kabarnya berada di Bali, Solo, Malang, dan Jakarta. Semoga hasil tangkarannya ada yang dilepasliarkan di habitat aslinya sehingga keseimbangan ekosistem itu dapat terjaga.
Sabtu, 18 Juni 2011
LUBANG-LUBANG PADA BATUAN KAPUR
Batuan kapur (limestone) merupakan batuan sedimen. Batuan ini mayoritas terbentuk lantaran organisme laut dan sebagian kecil lantaran proses vulkanisme. Batuan ini tersusun dari kalsium karbonat (CaCO3). Umumnya, batuan kapur terdapat pada daerah yang bertopografi karst.
Batuan kapur sebenarnya merupakan batuan yang kuat. Namun demikian, batuan ini sering memiliki lubang-lubang/celah-celah (diaklas) seperti yang nampak pada gambar, hingga di tempat itulah air (hujan) sering terkumpul. Air hujan tersebut ketika di atmosfer membawa serta gas karbon dioksida, sehingga inilah yang akan melapukkan batuan kapur.
Air hujan yang membawa serta gas karbon dioksida dan terkumpul dalam lubang-lubang/celah-celah kapur itulah yang kemudian menghancurkan dan melarutkan kapur. Dengan demikian proses pelapukan kimia mulai berlangsung. Dari lubang-lubang yang kecil, seiring perkembangan waktu dan intensitas curah hujan, maka pelapukan kimia itu akan menghasilkan gejala-gejala karst yang berupa gua-gua kapur dengan stalaktit dan stalagmitnya, dolina, ulava, polye, dan sungai bawah tanah (sink hole).
Batuan kapur sebenarnya merupakan batuan yang kuat. Namun demikian, batuan ini sering memiliki lubang-lubang/celah-celah (diaklas) seperti yang nampak pada gambar, hingga di tempat itulah air (hujan) sering terkumpul. Air hujan tersebut ketika di atmosfer membawa serta gas karbon dioksida, sehingga inilah yang akan melapukkan batuan kapur.
Air hujan yang membawa serta gas karbon dioksida dan terkumpul dalam lubang-lubang/celah-celah kapur itulah yang kemudian menghancurkan dan melarutkan kapur. Dengan demikian proses pelapukan kimia mulai berlangsung. Dari lubang-lubang yang kecil, seiring perkembangan waktu dan intensitas curah hujan, maka pelapukan kimia itu akan menghasilkan gejala-gejala karst yang berupa gua-gua kapur dengan stalaktit dan stalagmitnya, dolina, ulava, polye, dan sungai bawah tanah (sink hole).
PIROPILIT--Al2Si4O10(OH)2
Mineral yang gambarnya tersaji dalam posting ini menurut Ketua Jurusan Fisika dan Program Studi Geofisika FMIPA--UB, Adi Susilo, Ph.D. adalah piropilit. Hal ini dikemukakan beliau ketika doktor lulusan sebuah perguruan tinggi Australia tersebut membimbing mahasiswanya dalam kuliah lapangan Geologi (tentang batuan dan mineral) di Kecamatan Sumbermanjing Kabupaten Malang yang baru lalu. Menurut http://www.tekmira. esdm.go.id dijelaskan bahwa piropilit adalah paduan dari alumunium silikat. Mineral yang termasuk piropilit adalah kianit, andalusit, dan diaspor. Sifat fisik dan kimia dari piropilit ini mirip dengan talk.
Roger Weller, seorang kurator yang sekaligus sebagai pengajar pada Cochise College, AS pada http://skywalker.cochise.edu memerinci sifat-sifta dari piropilit sebagai berikut:
Grup mineral: silikat
Susunan kimia: Al2Si4O10(OH)2
Sistem kristal: monoklin
Belahan: sempurna, belahan dalam satu arah
Kekerasan: 1 sampai 1,5
Berat jenis: 2,84
Kilap: mutiara di atas permukaan belahan, lemak atau kusam
Warna: putih, kuning pucat, coklat kemerahan
Gores/cerat: putih
Terdapatnya: dalam formasi andesit tua yang memiliki kontrol struktur dan intensitas ubahan hidrotermal kuat. Piropilit terbentuk pada zone ubahan argilik lanjut (hipogen) seperti kaolin, namun terbentuk pada temperatur tinggi dan pH asam (http://www.tekmira. esdm.go.id).
Persebarannya di Indonesia: pulau Sumatera, Provinsi Jawa Barat, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB), dan pulau Sulawesi (http://www.tekmira. esdm.go.id). Untuk Provinsi Jawa Timur, salah satu tempat persebarannya adalah di Kecamatan Sumbermanjing Kabupaten Malang.
Kegunaannya dalam kehidupan sehari-hari: untuk pakan ternak, industri kertas sebagai pengganti talk, dll (http://www.tekmira. esdm.go.id).
Keterangan gambar:
Dokumentasi pribadi dengan obyek yang diambil di daerah perbatasan antara Kecamatan Turen dan Kecamatan Sumbermanjing, Kabupaten Malang.
Sumber:
- Adi Susilo penjelasan lisan pada kuliah lapangan di Kecamatan Sumbermanjing, Kab. Malang.
- Roger Weller pada http://skywalker.cochise.edu
- http://www.tekmira. esdm.go.id
Roger Weller, seorang kurator yang sekaligus sebagai pengajar pada Cochise College, AS pada http://skywalker.cochise.edu memerinci sifat-sifta dari piropilit sebagai berikut:
Grup mineral: silikat
Susunan kimia: Al2Si4O10(OH)2
Sistem kristal: monoklin
Belahan: sempurna, belahan dalam satu arah
Kekerasan: 1 sampai 1,5
Berat jenis: 2,84
Kilap: mutiara di atas permukaan belahan, lemak atau kusam
Warna: putih, kuning pucat, coklat kemerahan
Gores/cerat: putih
Terdapatnya: dalam formasi andesit tua yang memiliki kontrol struktur dan intensitas ubahan hidrotermal kuat. Piropilit terbentuk pada zone ubahan argilik lanjut (hipogen) seperti kaolin, namun terbentuk pada temperatur tinggi dan pH asam (http://www.tekmira. esdm.go.id).
Persebarannya di Indonesia: pulau Sumatera, Provinsi Jawa Barat, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB), dan pulau Sulawesi (http://www.tekmira. esdm.go.id). Untuk Provinsi Jawa Timur, salah satu tempat persebarannya adalah di Kecamatan Sumbermanjing Kabupaten Malang.
Kegunaannya dalam kehidupan sehari-hari: untuk pakan ternak, industri kertas sebagai pengganti talk, dll (http://www.tekmira. esdm.go.id).
Keterangan gambar:
Dokumentasi pribadi dengan obyek yang diambil di daerah perbatasan antara Kecamatan Turen dan Kecamatan Sumbermanjing, Kabupaten Malang.
Sumber:
- Adi Susilo penjelasan lisan pada kuliah lapangan di Kecamatan Sumbermanjing, Kab. Malang.
- Roger Weller pada http://skywalker.cochise.edu
- http://www.tekmira. esdm.go.id