Jumat, 24 Juni 2011

BUKIT SISA DI AREAL PERTAMBANGAN

Paling tidak ada tiga tempat yang pernah "nuansa masel" saksikan berkaitan dengan fenomena pada gambar di samping. Fenomena bukit sisa di areal pertambangan. Ketiga-tiganya berada pada daerah karst. Dua fenomena di bekas penambangan batukapur di Kecamatan Pagak dan di Kecamatan Kalipare. Sedang yang ketiga, seperti yang tertera pada gambar di samping, ditemukan di lokasi penambangan piropilit yang saat ini masih aktif dieksploitasi di Kecamatan Sumbermanjing. Ketiga-tiganya berbentuk tegakan kokoh seperti ibujari yang terangkat ke atas dengan puncaknya ditumbuhi oleh vegetasi.

"nuansa masel" hanya menduga bahwa bukit sisa itu terjadi karena batuan penyusun yang kemudian membentuk bukit sisa itu memiliki tingkat kekerasan yang tinggi. Para pekerja tambang itu meninggalkan begitu saja bukit sisa itu karena peralatan baja yang mereka gunakan tak mampu mengoyak dan menghancurkan bukit itu. Bahkan menurut penuturan, untuk bukit sisa yang ada di Kecamatan Pagak itu tetap kokoh walau di sekitarnya dihancurkan dengan menggunakan dinamit. Lantas berapa tingkat kekerasan batuan tersebut menurut skala Moh? Mineral apa yang menyusun batuan tersebut?

Seperti kita ketahui bersama bahwa untuk menyatakan tingkat kekerasan mineral, para ahli sering menggunakan skala Moh yang dinyatakan dengan angka 1 sampai 10. Satu contoh, skala 1 untuk mineral talk, skala 2 untuk gipsum, skala 3 untuk kalsit, skala 4 untuk fluorit, skala 5 untuk apatit, skala 6 untuk ortoklas, skala 7 untuk kuarsa, skala 8 untuk topas, skala 9 untuk korundum, dan skala 10 untuk intan (Understanding Earth dalam Adi Susilo, 2010). Ambil saja berikutnya mineral kuarsa. Mineral kuarsa ini baru bisa dibelah bila menggunakan kikir baja. Lantas apa bukit sisa itu banyak mengandung kuarsa? Bisa saja, karena dalam penambangan piropilit di sekitarnya yang piropilit sendiri juga mengandung kuarsa. Piropilit dan kuarsa sama-sama masuk grup mineral silikat. Namun demikian tidak tertutup kemungkinan bukit sisa tersebut mengandung korundum, mengingat terdapatnya korundum bisa juga terjadi dalam proses metamorfosa di daerah batugamping. Terlebih piropilit ini memiliki kemiripan warna dengan korundum. Warna korundum adalah abu-abu, biru, merah muda, merah, kuning, hijau, violet (merah lembayung), atau hitam. Bahkan dalam situsnya, http://skywalker.cochise.edu/wellerr/mineral/corundum/nineral-prop.htm, Roger Weller juga memerikan contoh gambar korundum yang berwarna coklat, di samping merah muda. Jadi kekerasan mineral yang ada pada bukit sisa itu dalam skala 9? Lantas pertanyaan berikutnya, mengapa kalau itu diduga korundum tidak sekalian diambil? Apa mereka tidak tahu? Atau apa karena tidak ekonomis? Itulah sederet pertanyaan yang mungkin bisa bertambah banyak lagi pertanyaan yang bisa diajukan. Yang praktis mestinya ambil sebagian dari bukit sisa itu kemudian diuji di dalam laboratorium secara fisik dan kimia dengan teliti. Hasilnya pasti diketahui, mineral apa yang terkandung dalam bukit sisa itu dan diperoleh kesimpulan sebab-musababnya mineral itu ditinggalkan begitu saja sebagai bukit sisa.

Sumber bacaan:
- Setia Graha, Doddy. 1987. Batuan dan Mineral. Bandung: Nova.
- Susilo, Adi. 2010. Presentasi Mineral dan Batuan pada ToT Kebumian. Malang: Tidak Diterbitkan
- Weller, Roger. 2010. (http://skywalker.cochise.edu).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar