Powered By Blogger

Rabu, 02 Desember 2009

PENGEMBANGAN PERPUSTAKAAN SEKOLAH SEBAGAI SUMBER BELAJAR

PENGEMBANGAN PERPUSTAKAAN SEKOLAH SEBAGAI SUMBER BELAJAR





Disusun Oleh:
IBNU HARSOYO
NIP. 131627530
SMA NEGERI 1 PAGAK








Perpustakaan sekolah harus selalu berkembang mengingat peranan perpustakaan sebagai sumber in-formasi, penyimpan ilmu, sebagai tempat rekreasi, dan sumber inspirasi. Pengembangan perpustakaan sebagai sumber belajar perlu adanya perbaikan dan pengembangan secara terpadu antara sarana dan prasarana, sumberdaya perpustakaan, koleksi buku, dan pengguna perpustakaan.
ABSTRAK
Ibnu Harsoyo, 2009. Pengembangan Perpustakaan Sekolah Sebagai Sumber Belajar. Maka-lah, SMA Negeri 1 Pagak.
Kata-kata kunci: perpustakaan, sekolah, pengembangan, pembelajaran, siswa.

Secara umum semua sekolah memiliki perpustakaan, tetapi tidak semua sekolah bisa mem-berdayakan perpustakaan yang ada. Pada sisi lain keberadaan perpustakaan sekolah sangat penting karena dengan diberlakukannya KTSP fungsi perpustakaan sebagai sarana penunjang belajar siswa tidak bisa dihindarkan. Maka dari itu perpustakaan di sekolah perlu dikembang-kan. Dalam pengembangan perpustakaan perlu melibatkan semua pihak, yaitu: Kepala Seko-lah, Guru, Komite Sekolah, Karyawan Tata Usaha, Siswa, dan Instansi terkait. Pada makalah ini mengemukakan konsep pengembangan perpustakaan sekolah sebagai sumber belajar, pe-ngembangan perpustakaan dan permasalahannya, pola dan strategi pengembangannya, semu-anya diarahkan kepada upaya pemanfaatan perpustakaan sebagai sumber belajar bagi semua warga sekolah.


















BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Semua sekolah memerlukan perpustakaan, akan tetapi tidak semua sekolah mau memperhatikan keberadaan perpustakaan. Kebanyakan sekolah masih memposisikan perpustakaan sebagai pelengkap belaka. Padahal salah satu persyaratan adanya sekolah idealnya memiliki unit perpustakaan. Hasil kunjungan Badan Perpustakaan Kabupaten Malang ke sejumlah SMP dan SMA menemukan fakta yang menunjukkan bahwa kurang dari 10% sekolah di wilayah Kabupaten Malang yang memiliki perpustakan masih ber-fungsi baik dan mendapat perhatian (Anjar, 2009). Indikasi ini bisa dilihat dari rendah-nya alokasi dana pengelolaan perpustakaan yang rata-rata pada setiap sekolah hanya menganggarkan kurang dari lima persen pada Rancangan Anggara Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS). Padahal dalam Undang-Undang No. 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan Pasal 23 Ayat 6 dinyatakan bahwa:
Sekolah/Madarasah mengalokasikan dana paling sedikit lima persen dari anggaran belanja operasional Sekolah/Madarasah di luar belanja pegawai dan belanja modal untuk pengembangan perpustakaan.
Berdasarkan uraian tersebut di atas maka Perpustakaan Sekolah diharapkan bisa berkembang dan menjadi pusat sumber belajar yang representatif .
Pada sisi lain, yakni sisi siswa, diketahui bahwa tingkat kepemilikan terhadap buku penunjang pelajaran bisa dikatakan masih rendah. Hal ini perlu mendapat perhatian khusus karena jika siswa hanya mengharapkan informasi yang diberikan oleh guru ketika terjadi kegiatan belajar menganjar di kelas tentunya siswa tersebut akan tertinggal oleh tuntutan hasil belajar yang bersifat dinamis. Apalagi alokasi waktu kegiatan belajar mengajar relatif terbatas.
Sementara itu sistem pendidikan nasional, khususnya pada tingkat Sekolah dasar hingga Sekolah Menengah di Indonesia kini telah memberlakukan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Dengan pemberlakuan KTSP tersebut, maka sekolah sebagai lembaga penyelenggara pendidikan harus mengupayakan semaksimal mungkin segenap perangkat pendukung pelaksanaan KTSP, terlebih yang terkait dengan proses pembelajaran siswa. Pada dasarnya KTSP adalah kurikulum yang dikembangkan mengarahkan pada pemanfataan lingkungan, masyarakat, orangtua, dan sekolah sebagai sumber belajar, di samping juga perpustakaan tentunya. Pada KTSP dikembangkan pola belajar berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya dengan harapan siswa dapat menggali segala kemampuan yang mereka miliki secara optimal. Untuk mendukung kebutuhan siswa dalam pengembangan potensi diri, kiranya sekolah perlu menyediaan layanan informasi maupun sumber belajar yang sewaktu-waktu bisa didapatkan siswa secara mudah dan murah.
2. Rumusan Masalah
Perubahan paradigma belajar dari sentralisasi menjadi desentralisasi juga berpengaruh pada bentuk kurikulum. Bentuk Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan mensyaratkan agar siswa berperan aktif dalam proses pembelajaran. Jadi pada dasarnya guru tidak lagi sebagai sumber informasi yang utama, tetapi hanya bertindak sebagai fasilitator, motivator, dan bahkan sebagai pembimbing siswa.
Ketika proses pembelajaran berlangsung, siswa sebagai bagian dari proses pembelajaran sering mengalami kesulitan untuk mendapatkan informasi tentang materi yang sedang dipelajarinya. Untuk mengatasi kesulitan atau hambatan dalam memperoleh informasi berkaitan dengan pembelajaran tersebut, peran perpustakaan sangat dibutuhkan. Persoalannya, apakah perpustakaan sekolah sudah mampu menjadi sumber belajar yang dibutuhkan? Kalau belum, apa saja yang harus dilakukan stakeholder sehingga perpustakaan sekolah dapat menjadi primadona sumber belajar di sekolah di samping sumber belajar yang lain? Inilah persoalan yang melandasi pembahasan makalah ini.

3. Tujuan Penulisan
Makalah ini dimaksudkan untuk membahas Pengembangan Perpustakaan Sekolah Sebagai Sumber Belajar. Upaya pengembangan perpustakaan sekolah sebagai sumber belajar bukan suatu hal yang berlebihan sebab perpustakaan sekolah sebagai sumber informasi yang sangat penting dan bahkan bisa dikatakan sebagai jantung kegiatan pembelajaran di sekolah. Ada hasil yang bisa diharapkan suatu pengembangan perpustakaan yaitu adanya peningkatan minat baca anak atau siswa sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar siswa karena prestasi belajar siswa merupakan salah satu cirri utama dari sekolah efektif.
4. Manfaat Penulisan
1. Secara teoritis, sebagai bahan wacana dan informasi dalam pengembangan perpustakaan sekolah.
2. Secara praktis
a. Makalah ini bisa digunakan sebagai acuan para Pemustaka untuk mengembangkan perpustakaan sekolah.
b. Makalah ini bisa digunakan sebagai bahan pertimbangan dan informasi bagi Pemustaka dan Pustakawan ataupun Kepala Sekolah dalam rangka perencanaan program sekolah ataupun penetapan strategi pengembangan sekolah.














BAB II
KAJIAN PUSTAKA

1. Pengertian Perpustakaan
Beberapa pengertian tentang perpustakaan.
Perpustakaan adalah institusi pengelola koleksi karya tulis, karya cetak, dan/atau karya rekam secara profesional dengan sistim yang baku guna memenuhi kebutuhan pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi, dan rekreasi para pemustaka. (UU No. 43 Tahun 2007, Pasal 1).
Perpustakan sekolah sebagai unit kerja yang melakukan kegiatan pengadaan, pengolahan dan pendayagunaan bahan pustaka untuk mendukung proses belajar (Pedoman Perpustakaan Sekolah 2008: 6).
Perpustakaan adalah sebuah ruangan, bagian, atau sub bagian dari sebuah gedung atau gedung itu sendiri yang digunakan untuk menyimpan buku, biasanya menurut tata susunan tertentu serta digunakan anggota perpustakaan (Sulistya–Basuki dalam Lasha, 2007:18).
Menurut Ensiklopedi Nasional Indonesia (1990:112) "perpustakaan adalah kumpulan buku yang tersimpan di suatu tempat tertentu milik instansi tertentu".
Dari beberapa pengertian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa definisi perpustakaan adalah:
a. Sebagai suatu lembaga atau institusi.
b. Fungsi mengelola atau menyimpan karya atau pengetahuan.
c. Menyajikan informasi atau tempat sumber informasi.
d. Dikelola oleh pustakawan atau petugas yang telah dilatih.
Selanjutnya Mbulu dalam Sudarmono (2007:3) perpustakaan sekolah sangat diperlukan keberadaannya dengan pertimbangan bahwa:
a. Perpustakaan sekolah merupakan sumber belajar di lingkungan sekolah.
b. Perpustakaan sekolah merupakan salah satu komponen sistem pengajaran.
c. Perpustakaan sekolah merupakan sumber untuk menunjang kualitas pendidikan dan pengajaran.
d. Perpustakaan sekolah sebagai laboratorium belajar yang memungkinkan peserta didik dapat mempertajam dan memperluas kemampuan untuk membaca, menulis, berfikir, dan berkomunikasi.
Terkait dengan peran perpustakaan dalam upaya peningkatan mutu pendidikan nasional bisa terlihat pada beberapa kebijakan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah secara langsung menyebutkan peran atau posisi perpustakaan merupakan hal yang penting. Adapun kebijakan tersebut adalah:
a. UU No. 20 Tahun 2003 Bab IX pasal 35 ayat 1 “ Standar Nasional Pendidkan terdiri atas standart isi, standar proses, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan yang harus ditingkatkan secara berencana dan berkala”. Dalam penjelasan ayat 1 tersebut dikemukakan “standar sarana dan prasarana meliputi ruang belajar, tempat berolahraga, tempat beribadah, perpustakaan, ....”.
b. Peraturan Menteri Pendidkan Nasional Republik Indonesia No. 24 Tahun 2007 tentang Standart Sarana dan Prasarana untuk Sekolah Menengah Pertama/MTs/SMP, dan Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA ) Bab II poin D.2 memuat penjelasan secara rinci tentang standar sarana dan prasarana perpustakaan sekolah.
Dari kutipan-kutipan peraturan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa perpustakaan sebagai institusi yang harus ada dalam sekolah karena perpustakaan dapat membantu kepada peserta didik atau siswa dalam memperoleh informasi, pengetahuan, pengalaman, dan ketrampilan yang diperlukan dalam kegiatan pembelajaran. Dengan kata lain bahwa perpustakaan sekolah mempunyai peran atau sumbangan yang sangat penting bagi upaya-upaya peningkatan aktivitas dan kualitas proses pembelajaran. Pada akhirnya perpustakaan sekolah akan dapat dimanfaatkan secara optimal jika kurikulum sekolah melalui guru pengajarnya atau bidang studinya mengharuskan penggunaan perpustakaan sebagai tempat sumber bacaan, baik sebagai sumber utama atau sebagai sumber penunjang belajar.

2. Sumber Belajar
Sumber belajar adalah rujukan, obyek dan/atau bahan yang digunakan untuk kegiatan pembelajaran yang berupa media cetak dan elektronik, narasumber, serta lingkungan fisik, alam, sosial, dan budaya. (Susanto, 2007:57).
Menurut Association for Education Communication Technology (AECT) 1977 (dalam Direktorat Jendral Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, 2008:5) "sumber belajar adalah berbagai sumber baik itu berupa data, orang atau wujud tertentu yang dapat digunakan oleh siswa secara terkombinasi, sehingga mempermudah siswa dalam mencapai tujuan belajarnya.
Dengan demikian maka sumber belajar dapat diartikan segala tempat atau lingkungan sekitar, benda, dan orang yang mengandung informasi dapat digunakan sebagai wahana bagi peserta didik untuk melakukan proses perubahan tingkah laku.
Dari pengertian tersebut maka sumber belajar dapat dikategorikan sebagai berikut:
a. Tempat atau lingkungan alam sekitar yaitu dimana saja seseorang dapat melakukan belajar atau proses perubahan tingkah laku maka tempat itu dapat dikategorikan sebagai tempat belajar yang berarti sumber belajar, misalnya perpustakaan, pasar, museum, sungai, gunung, tempat pembuangan sampah, dan lain sebagainya.
b. Benda yaitu segala benda yang memungkinkan terjadinya perubahan tingkah laku bagi peserta didik, maka benda itu dapat dikategorikan sebagai sumber belajar, misalnya situs, candi, dan benda peninggalan lainnya.
c. Orang yaitu siapa saja yang memiliki keahlian tertentu dimana peserta didik dapat belajar sesuatu, maka yang bersangkutan dapat dikategorikan sebagai sumber belajar, misalnya guru, ahli geologi, polisi, seniman, dan lain sebagainya.
d. Bahan yaitu segala sesuatu yang dapat berupa teks tertulis, cetak, rekaman, elektronik, web, dan lain-lain yang dapat digunakan untuk belajar.
e. Buku yaitu segala macam buku yang dapat dibaca secara mandiri oleh peserta didik dapat dikategorikan sebagai sumber belajar, misalnya buku pelajaran, buku teks, kamus, ensiklopedi, fiksi, dan lain sebagainya.
f. Peristiwa dan fakta yang sedang terjadi, misalnya peristiwa kerusuhan, peristiwa pemilhan umum, peristiwa bencana alam, dan peristiwa lainnya yang dapat menjadikan fakta tersebut sebagai sumber belajar.
Dari keanekaragaman bentuk sumber belajar tersebut menurut Dwi Sugianto (2007:52) sumber belajar jika ditinjau dari segi kegunaanya dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu:
a. Sumber belajar yang dirancang atau sengaja dibuat untuk digunakan dalam kegiatan belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu. Sumber belajar yang dirancang tersebut dapat berupa buku teks, buku paket, slide, film, video, dan sebagainya untuk membantu mencapai tujuan pembelajaran tertentu.
b. Sumber belajar yang tidak dirancang atau sengaja tidak dibuat untuk membantu mencapai tujuan pembelajaran. Jenis ini banyak di sekeliling kita dan jika suatu saat kita membutuhkan, maka kita tinggal memanfaatkannya. Contoh sumber belajar jenis ini adalah tokoh masarakat. Contoh lainnya adalah suatu organisasi, toko, pasar, museum, dan sebagainya.

Jika kita mengacu pada pengertian sumber belajar yang dirancang, maka perpustakaan sebagai salah satu sumber belajar di sekolah adalah hal yang tepat. Dalam kaitannya fungsi perpustakaan sebagai tempat untuk menyimpan karya dalam bentuk buku teks, buku paket, slide, film, dan video sebagai sumber belajar yang dapat disimpan dan dirawat dengan baik serta dapat diambil sewaktu-waktu dengan mudah jika dibutuhkan kembali. Dengan demikian peran perpustakaan sekolah merupakan sarana sangat penting dalam kegiatan belajar dan mengajar. Pembelajaran di sekolah tidak dapat berjalan dengan sempurna tanpa keberadaan perpustakaan sebagai penunjang, sehingga perpustakaan sekolah sangat diperlukan dalam proses pengajaran pembelajaran.





BAB III
PENGEMBANGAN PERPUSTAKAAN SEBAGAI SUMBER BELAJAR

A. Pengembangan Perpustakaan dan Permasalahannya
Keberadaan perpustakaan sekolah sangat dibutuhkan di lingkungan sekolah sebagai penunjang keberhasilan proses belajar mengajar. Perpustakaan sekolah juga dipengaruhi oleh jenjang sekolah, sehingga model atau taraf pembinaan perpustakaan pada tingkat sekolah tersebut perlu adanya penyesuaian.
Sebenarnya ada suatu hal yang paling mendasar tentang perpustakaan sekolah yaitu bagaimana perpustakaan sekolah bisa ikut andil dalam menciptakan kondisi belajar di sekolah yang semakin baik dalam arti bisa membantu dalam proses berfikir siswa, dapat menumbuhkan daya imajinasi dan kreativitas siswa, dan pada ujungnya dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.
Terkait dengan pentingnya perpustakaan sekolah dalam suatu lembaga pendidikan sebenarnya sejak awal pemerintah sudah berupaya untuk memfasilitasi terhadap perkembangan perpustakaan. Adapun wujud perhatian tersebut nampak pada kebijakan pemerintah secara kronologi waktu seperti yang nampak dalam perturan pemerintah yang terkutip berikut ini:
a. Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 0103/0/1981 tentang Pokok-Pokok Kebijakan Pembinaan dan Pengembangan Perpustakaan di Indonesia yang salah satu isinya adalah pembinaan perpustakaan bertanggung jawab atas pembinaan tehnis perpustakaan dan pendidikan tenaga perpustakaan serta membina secara langsung sejumlah perpustakaan sekolah sebagai proyek perintis.
b. Pedoman Penyelenggaraan Perpustakaan Sekolah Dasar, Menengah Pertama, dan Menengah Atas terbitan Departemen Pendidkan dan Kebudayaan, Direktorat Sarana Pendidikan, Proyek Pembakuan Sarana Pendidikan tahun 1994.
c. UU No.20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, penjelesan pasal 35 ayat 1, tentang standar sarana dan prasarana pendidikan yang di dalamnya mencakup ”... tempat beribadah, perpustakaan, laboratorium ...”.
d. Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standart Nasional Pendidikan dan kemudian penjabarannya dituangkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 24 Tahun 2007 secara rinci disebutkan standar perpustakaan sekolah terdiri dari ukuran ruang, petugas pengelola, serta ratio perbandingan koleksi buku dan jumlah buku yang harus dimiliki.
Dari kebijakan-kebijakan yang dikeluar oleh pemerintah tersebut ternyata tidak begitu banyak hasil yang diperoleh untuk memacu pertumbuhan perpustakaan. Memang untuk menghidupkan perpustakaan tidak sesederhana yang kita bayangkan karena masalah perpustakaan sebenarnya sangatlah kompleks. Secara umum permasalahan-permasalahan yang ada dalam perpustakaan adalah:
a. Tingkat partisipasi guru yang masih rendah terhadap pemanfaatan pepustakaan, terutama dalam proses pembelajaran.
b. Dalam manajemen waktu belajar di sekolah, siswa hanya punya sedikit waktu istirahat, yakni sekitar dua kali 15menit sehingga kemungkinan waktu yang bisa digunakan untuk meminjam buku di perpustakaan relatif kecil.
c. Jam layanan perpustakaan yang relatif pendek. Ada suatu kecenderungan perpustakaan dibuka ketika siswa sudah masuk kelas dan ditutup sebelum siswa pulang sekolah.
d. Masih minimnya sarana dan prasarana perpustakaan, baik yang berupa gedung maupun peralatan yang nantinya berpengaruh pada layanan pada pengguna perpustakaan.
e. Tidak semua penentu kebijakan sekolah peduli terhadap keberadaan perpustakaan sekolah.
f. Belum dilibatkannya Komite Sekolah dalam upaya pengembangan perpustakaan. Di samping itu, suatu hal yang langka jika orangtua/wali siswa menjadi anggota perpustakaan sekolah.
g. Minimnya tenaga pengelola perpustakaan (pustakawan) yang terdidik dan terlatih.
h. Koleksi buku perpustakaan yang cenderung tetap. Hal ini terjadi lantaran adanya image yang hanya mengandalkan buku droping dari pemerintah.
i. Dana opersional perpustakaan masih rendah dan bahkan di bawah standar ketentuan UU. No. 43 Tahun 2007, yaitu lima persen dari RAPBS di luar belanja gaji pegawai.
j. Penempatan lokasi perpustakaan yang kurang strategis.
k. Rendahnya minat baca pada masyarakat sekolah.
l. Munculnya generasi "google" dan sejenisnya sebagai pesaing berat bagi perpustakaan.
Untuk keluar dari permasalahan-permasaahan yang dihadapi perpustakaan tersebut perlu adanya tindakan yang sungguh-sungguh dan secara bersama-sama dari semua anggota atau warga sekolah, dilakukan secara terintergrasi di dalam kegiatan persekolahan. Sebenarnya pengembangan perpustakaan itu pada dasarnya terletak pada suatu proses yang berkesinambungan, seperti yang dikemukakan oleh Darmono (2007): “...mendirikan perpustakaan itu adalah hal yang mudah, tetapi untuk menjaga kelangsungan diperlukan kerja serius dengan program yang jelas dan terarah".

B. Pola dan Strategi Pengembangan Perpustakaan Sekolah
Sebenarnya perpustakaan itu berkembang atau tidak tergantung pada upaya yang dilakukan oleh sekolah tersebut. Pemerintah hanyalah sebagai penentu kebijakan dan tentunya dalam hal ini peran pemerintah lebih terfokus pada starter, sebagai motivator, atau sebagai pengawas dari penyelenggara kebijakan tersebut. Untuk mengembangkan perpustakaan sekolah agar menjadi perpustakaan yang sesuai dengan kebutuhan masarakat sekolah perlu adanya stategi dan pola pengembangannya. Pola dan strategi pengembangan perpustakaan sebagai berikut:
1. Status Organisasi dan Tata Laksana.
Secara organisasi bahwa perpustakaan sekolah memiliki status yang sama dengan kelengkapan organisasi sekolah yang lain misalnya: laboratorium IPA, laboratorium Bahasa, dan ruang Ketrampilan sehingga pengelola Perpustakaan Sekolah juga mempertanggungjawabkan kinerjanya secara langsung kepada sekolah. Pada sisi lain Komite Sekolah dalam struktur organisasi memiliki status terbatas sampai pada garis bersifat konsultasi dengan Kepala Sekolah. Garis konsultasi tersebut alangkah baiknya jika dikembangkan menjadi garis koordinasi, sebab pada dasarnya Komite Sekolah adalah wakil dari orangtua/wali murid. Orangtua/wali siswa (Komite Sekolah) sebagai mitra sekolah yang sekaligus sering diposisikan sebagi penyandang dana juga diberikan hak untuk menerima laporan atau bentuk pertanggungjawaban dari kegiatan Perpustakaan Sekolah. Laporan yang disampaikan kepada orangtua/wali siswa (Komite Sekolah) tidak hanya berupa laporan keuangan, akan tetapi juga dalam bentuk layanan yang diberikan oleh Perpustakaan Sekolah kepada penggunanya secara memuaskan. Ukuran mutu layanan yang diberikan kepada siswa apabila jasa yang diberikan kepada pelanggan dapat melebihi harapan pelanggan (Komariyah, 2005:11). Dengan demikian keterlibatan orangtua dalam pengembangan perpustakaan bukan hanya sebagai penyandang dana atau dimintai bantuan buku ketika anaknya mau meninggalkan sekolah (lulus), tetapi juga dimintai masukan, saran, harapan, dan layanan Perpustakaan Sekolah yang semua itu bisa dijadikan acuan mutu jasa layanan perpustakaan. Dengan cara melibatkan Komite Sekolah secara aktif dalam struktur organisasi perpustakaan maka sedikit banyak akan menumbuhkan rasa ikut memiliki perpustakaan.
2. Tenaga Perpustakaan.
Kemampuan sumberdaya manusia pengelola perpustakaan sangat berpengaruh terhadap peran, fungsi, dan tugas perpustakaan sebagai pusat kegiatan pembelajaran serta pusat layanan informasi, penelitian, dan rekreasi bagi guru dan siswa. Mengacu dari fungsi perpustakaan sebagai sentral pembelajaran di sekolah maka pustakawan atau pemustaka bukanlah orang yang melayani guru tetapi sebagai mitra kerja guru. Sehingga seorang pustakawan atau pemustaka setidaknya harus memiliki dua persyaratan yang mendasar agar pelayanan perpustakaan dapat diselenggarakan dengan baik. Berikut ini dua persyaratan yang harus dipenuhi:
a. Persyaratan mental.
Seorang petugas perpustakaan harus mempunyai jiwa mengabdi terhadap bidang pekerjaanya, menaruh perhatian terhadap hal-hal yang berjiwa positif.
b. Persaratan pengetahuan.
Persyaratan ini terkait dengan pengetahuan penyelenggaraan perpustakan, baik yang bersifat teknis maupun non teknis. Untuk meningkatan pengetahuan dan ketrampilan tenaga pengelola perpustakaan, sekolah harus mengikutsertakan tenaga pengelola perpustakaan dalam berbagai kegiatan pelatihan tenaga pengelola perputakaan atau sekolah mendatangkan narasumber yang bisa membantu dalam pengembangan perpustakaan sekolah.
3. Layanan Perpustakaan.
Perpustakaan harus dikembangkan dengan menggunakan falsafaf layanan prima, dalam arti petugas perpustakaan pada prinsipnya harus terbudaya sikap melayani, dan bukan dilayani. Sikap melayani itu bukan berarti petugas perpustakaan sebagai pelayan dalam arti ansih, akan tetapi layanan yang diberikan lebih bersifat memandu dalam penelusuran informasi. Untuk menjadi petugas perpustakaan yang bisa melayani sesuai dengan harapan pelanggan setidaknya petugas perpustakaan harus mengetahui dan memahami kekuatan, sumber, dan posisi serta tata susunan berbagai koleksi bahan pustaka yang ada di perpustakaan. Dengan demikian komunikasi antara petugas perpustakaan dengan pengguna perpustakaan akan bisa bertemu dalam kepentingan yang sama yaitu perpustakaan. Dari segi waktu atau jam buka perpustakaan hendaknya perpustakaan diberikan waktu khusus atau waktu ekstra mengingat jam istirahat ketika kegiatan pembelajaran sangatlah pendek, sehingga mempengaruhi keleluasaan siswa saat mengunjungi dan mencari buku di perpustakaan. Pemberian layanan peminjaman buku sebelum dan sesudah kegiatan belajar mengajar atau pemberian layanan setelah pulang sekolah (buka sore hari) juga memiliki nilai tersendiri bagi pengguna jasa layanan perpustakaan.
4. Promosi.
Untuk menarik perhatian siswa pada perpustakaan perlu dilakukan kegiatan promosi. Ada berbagai macam cara yang bisa dilakukan untuk menunjukkan atau mempromosikan perpustakaan, di antaranya adalah pendidikan penggunaan perpustakaan ketika masa orientasi siswa baru, pameran buku baru, mengadakan berbagai lomba yang mengarah pada menumbuhkan minat baca pada anak misalnya lomba resensi buku, membuat ketrampilan yang sumbernya mengambil dari buku yang ada di perpustakaan.
5. Peralatan dan perlengkapan.
Peralatan dan perlengkapan yang ada di perpustakaan perlu adanya penyesuaian agar perpustakaan bisa berjalan dengan baik. Pengembangan layanan perpustakan berbasis tekhnologi informatika harus mengarah pada perbaikan dan peningkatan mutu jasa layanan bagi pengguna perpustakaan. Otomatisasi layanan perpustakaan sudah harus dipikirkan dan bahkan perlu segera dirintis, sebab kemajuan dalam bidang tekhnologi informasi yang sekarang sudah berkembang sangat cepat ini merupakan suatu tantangan tersendiri bagi upaya pengembangan perpustakaan sekolah. Kemudahan pencarian informasi melalui dunia maya (internet) harus menjadi pemicu agar Perpustakaan Sekolah dapat menyediakan fasilitas-fasilitas yang lebih baik. Jika tidak, maka akan membuka peluang siswa berpaling dari perpustakaan.
6. Pembiayaan.
Setinggi apapun keinginan untuk mengembangkan perpustakaan jika tidak didukung oleh pendanaan yang kuat rasanya sulit untuk diwujudkan. Ada berbagai sumber pendanaan yang bisa dikelola untuk pengembangan perpustakaan yaitu dana yang bersifat rutin ataupun yang bersifat insidental.
7. Koleksi bahan pustaka.
Penambahan buku hendaknya selalu diorientasikan menambah atau memperluas referensi dari matapelajaran yang diberikan di sekolah. Ada beberapa upaya yang telah dilakukan dalam upaya penambahan koleksi yaitu dengan cara membeli, hadiah dari penerbit, maupun menerima titipan dari Badan Perpustakaan Kabupaten. Untuk mendapatkan buku yang berkualitas sesuai standar bahan pustaka sekolah, sebaiknya digunakan alat bantu yang berupa katalog penerbit dan melihat buku yang bernotasi dengan rekomendasi dari Departemen Pendidikan Nasional.
8. Gedung dan ruang perpustakaan.
Gedung perpustakaan setidaknya bisa menunjang kegiatan KBM. Mengenai gedung perpustakaan seyogyanya tetap memperhatikan fungsi penyimpanan, aktivitas layanan, tempat kerja, di samping juga memperhatikan lokasi, tata ruang, dan dekorasinya.
9. Jaringan kerjasama antar perpustakaan.
Kegiatan ini bisa dikatakan masih jarang dilakukan sebab ada berbagai kendala yang menyangkut jarak, mobilitas buku, jumlah koleksi, dan juga tenaga operasional. Adapun bentuk kerjasama yang bisa dilakukan adalah Kartu Tanda Anggota Perpustakaan Bersama dan pemberian layanan pinjaman dengan sistim online, tukar menukar buku koleksi antar perpustakaan, pelatihan tenaga pengelola perpustakaan, dan membentuk forum guru pembina perpustakaan.
10. Pembinaan minat baca.
Minat baca merupakan hal yang paling mendasar karena sebaik apapun perpustakaan yang ada di suatu sekolah jika minat baca siswanya rendah maka perpustakaan sekolah tersebut akan sia-sia atau bahkan menimbulkan pemborosan waktu, tenaga, pikiran, biaya, tempat, maupun energi. Sebagai gambaran, indeks minat baca masyarakat Indonesia jika dibandingkan dengan beberapa negara tetangga seperti yang dikemukakan Vincent (dalam Rimbarawa 2006:285) untuk siswa kelas enam SD skor minat bacanya 51,7 berada pada urutan paling akhir setelah Filipina (52,6), Thailand (65,1), Singapura (74,0), dan Hongkong (75,5). Jika kita menggunakan indikator surat kabar yang dibaca dalam keseharian adalah 1 : 10, maksudnya adalah setiap satu surat kabar dikonsumsi oleh 10orang, tetapi di Indonesia 1 : 45 orang, Srilangka 1 : 38 orang. Menurut temuan terakhir belanja surat kabar Indonesia hanya sekitar 1,9 trilyun rupiah, sementara belanja rokok di Indonesia mencapai 47 trilyun rupiah per tahun (Harian Pikiran Rakyat, 30 September 2005 ). Dengan kondisi minat baca yang rendah tersebut sebenarnya merupakan permasalahan dan tantangan tersendiri, terutama bagi perpustakaan di sekolah. Ada beberapa kiat yang bisa dilakukan untuk meningkatkan minat baca siswa di antaranya; mengadakan berbagai macam lomba atau kegiatan yang mengarah pada pemanfaatan buku di perpustakaan serta merubah kultur belajar dengan pola mendengar cerita menjadi kultur belajar dengan pola baca.
11. Penjadwalan guru untuk memberikan tugas kepada siswanya atau melaksanakan KBM di perpustakaan minimal satu kali dalam satu semester. Pola ini terkandung maksud untuk memotivasi siswa menggunakan perpustakaan sebagai pusat layanan informasi atau pusat belajar. Melalui penjadwalan seperti itu guru bisa mengadakan komunikasi dengan petugas perpustakaan untuk menyediakan kebutuhan bahan ajar yang diperlukan, baik berupa buku penunjang atau bahan yang lain. Dengan demikian harapannya fungsi perpustakaan akan lebih mengena sesui dengan kebutuhan siswa.
12. Pembentukan relawan perpustakaan.
Relawan perpustakaan direkrut dari siswa. Dengan dilibatkannya siswa sebagai relawan perpustakan ada berbagai macam dimensi keuntungan bagi siswa. Siswa akan memperoleh tambahan pengetahuan dan ketrampilan dalam mengelola serta merawat bahan pustaka. Di samping itu dapat pula untuk mengefektifkan komunikasi siswa dengan perpustakaan karena dalam hal layanan pelanggan, siswa adalah pelanggan primer sehingga dengan hal tersebut dapat segera terpenuhi kebutuhannya.
13. Membuat daftar tajuk subyek mata pelajaran.
Kegiatan ini dicoba untuk dikembangkan dan diterapkan, mengingat perubahan kurikulum akan diikuti pula dengan pergantian buku acuan atau buku penunjang mata pelajaran, karena runtutan materi pelajaran berubah walaupun isi dari materi pokoknya tetap. Agar buku pelajaran yang lama masih terpakai maka perlu dibuatkan daftar tajuk subjek materi pelajaran. Pengelompokan istilah yang ada pada mata pelajaran akan lebih memudahkan dalam proses pengerjaannya, misal pada mata pelajaran Geografi penggunaan istilah pada materi pembelajaran adalah: Lithosfer, Hidrosfer, Atmosfer, dan lain sebagainya.
Peluang pengembangan perpustakaan sekolah sebenarnya sudah sangat terbuka sebab ada berbagai kondisi yang mendukung di antaranya; peraturanya sudah jelas, acuann dasarnya juga ada, kondisi kurikulum juga mendukung, serta adanya berbagai kegiatan yang disponsori oleh pemerintah yang mengarah pada peningkatan minat baca dan nantinya akan berujung kepada pemanfaatan perpustakaan. Jadi jika kita menginginkan perpustakaan yang ideal adalah adanya perpustakaan yang sesuai dengan kebutuhan sekolah tersebut dan sejauh mana sekolah tersebut bisa menerapkan ukuran standar layanan minimal yang harus dimiliki oleh perpustakannya.
C. Parameter Pengembangan Perpustakaan Sekolah
Perpustakaan sekolah sebagai unit informasi dalam pengembanganya tidak bisa terlepas dengan manajemen. Untuk mengetahui sejauh mana pelaksanaan pengembangan perpustakaan diperlukan instrumen-instrumen tertentu sebagai parameter.
Berikut ini beberapa kriteria yang dapat digunakan sebagai parameter kemajuan perpustakaan sekolah dalam peran dan fungsinya sebagai sumber belajar siswa yang diadobsi dari Darmono dan Aan Komariyah.
1. Recana strategis memberikan visi jangka panjang perpustakaan,
2. Status kelembagaan yang kuat,
3. Struktur organisasi perpustakaan jelas, kuat dan berjalan dengan baik,
4. Kebijakan mutu yang memberikan pola standar pada program utama yang berisi tentang pernyataan tentang hak-hak pengguna perpustakaan,
5. Pertanggungjawaban pengelolan dari masing-masing seksi orgnisasi peprpustakaan,
6. Memiliki ruangan yang memadai sesuai dengan jumlah siswa, bersih, dan cukup penyinarannya,
7. Memiliki tempat baca yang memadai,
8. Memilki perabot perpustakaan yang memadai,
9. Partisipasi pemakainya baik dan aktif,
10. Jenis koleksinya mencerminkan komposisi yang baik antara buku teks dengan buku fiksi, yaitu 40% untuk buku teks, 30% buku pengayaan, dan 30% buku fiksi serta judul buku yang dimilki bervariasi,
11. Koleksi yang dimiliki sesuai dengan kebutuhan kurikulum sekolah,
12. Memiliki tenaga pengelola dengan kompetensi yang memadai,
13. Pengorganisasian koleksinya teratur,
14. Didukung dengan teknologi informasi dan komunikasi,
15. Administrasi perpustakaan tertib yang meliputi administrasi keanggotaan, inventaris buku dan perabot, peminjaman, penyusutan, penamabahan buku, statistik peminjaman,
16. Memilki sarana penelusuran informasi yang baik,
17. Memilki peraturan perpustakaan,
18. Memilki program pengembangan perpustakaan secara jelas dan terarah,
19. Memilki program keberaksaraan informasi,
20. Memilki progam pengembangan minat baca di kalanagan siswa,
21. Memiliki program mitra perpustakaan,
22. Melakukan program promosi dan pemasyarakatan perpustakaan,
23. Kegiatan perpustakaan terintegrasi dengan kurikulum dan kegiatan belajar,
24. Memiliki anggaran perpustakaan yang tetap,
25. Pelayanan yang menyenangkan,
26. Ada jam perpustakaan terintegrasi dengan kurikulum.
Parameter tersebut di atas memang tidak bisa diterapkan pada semua sekolah karena masing-masing sekolah memiliki kondisi yang berbeda, akan tetapi dengan parameter tersebut sekolah bisa menggunakan sebagai acuan untuk mewujudkan perpustakaan yang ideal.











BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Pengembangan Perpustakaan Sekolah mutlak diperlukan karena Perpustakaan Sekolah memiliki fungsi sebagai salah satu sumber belajar di sekolah. Untuk itu dalam pelaksanaan pengembangan Perpustakaan Sekolah perlu melibatkan semua warga sekolah dan orangtua atau wali siswa (Komite Sekolah).
Pelaksanaan pengembangan Perpustakaan Sekolah berdampak positif terhadap peningkatan prestasi belajar siswa karena perpustakaan tidak lagi sebagai pelengkap institusi sekolah, melainkan berfungsi sebagai penunjang proses pembelajaran. Hal tersebut akan terwujud bila dalam pemanfaatan perpustakaan semua warga sekolah bersama bergerak dan menggerakkan ke perpustakaan sebagai sumber belajar.
Tolak ukur pengembangan perpustakaan sekolah adalah adanya perbaikan sistem secara menyeluruh di perpustakaan. Sebagai indikatornya adalah adanya peningkatan kualitas warga sekolah.

Saran
Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan maka dapat diajukan beberapa saran kepada:
1. Kepala Sekolah
Sebagai pemegang kebijakan sekolah sebaiknya memperhatikan dan memposisikan Perpustakaan Sekolah secara kelembagaan sejajar dengan sarana dan prasarana pendukung sekolah lainnya.
2. Guru
Dalam proses pembelajaran, guru hendaknya memanfaatkan buku-buku yang ada di perpustakaan sebagai sumber pengetahuan bagi siswa, sebab tanpa peran aktif guru untuk menggerakkan siswanya ke perpustakaan, kemungkinan kecil perpustakaan bisa berfungsi secara optimal sebagai sumber belajar.
3. Komite Sekolah
Dukungan penuh dari Komite Sekolah, terutama dalam masalah pengembangan dan pengadaan buku mata pelajaran, walaupun Komite Sekolah bukan sebagai pengguna utama perpustakaan akan tetapi putra dan putrinya di sekolah sebagai pelanggan primer perpustakaan.
4. Kepala Tata Usaha
Kepala Tata Usaha perlu melakukan rintisan gerakan wajib baca buku kepada staf tata usaha karena hal ini akan berdampak pada peningkatan kualitas sumberdaya manusia terutama pada staf tata usaha itu sendiri.
5. Siswa
Dalam pemanfaatan perpustakaan, hendaknya keterlibatan siswa bisa lebih dioptimalkan. Di samping itu, siswa diharapkan juga ikut berpartisipasi dalam menjaga keselamatan bahan bacaan atau bahan lainnya yang ada di perpustakaan.












DAFTAR PUSTAKA

Darmono. 2007. Makalah Pelatihan Tenaga Pengelola Perpustakaan. Batu, Malang: Badan Perpustakaan Pemerintah Propinsi Jawa Timur.
Darmono. 2007. Perpustakaan Sekolah: Pendekatan Aspek Manajemen dan Tata Kerja. Jakarta: Grasindo, PT Gramedia Widia Sarana Indonesia.
Departemen Pendidikan Nasional. 2007. Peraturan Menteri Pendidkan Nasional Republik Indonesia No. 24 tahun 2007 tentang Standart Sarana dan Prasarana Untuk Sekolah Menengah Pertama/MTs/ SMP, dan Sekolah Menengah Atas/ Madrasah Aliyah. Jakarta: Kloang Klede Putra Timur.
Komariyah, Aan dan Cepi Triatna. 2004. Visionary Leadership: Menuju Sekolah Efektif. Bandung: PT Bumi Aksara.
Lasa. 2007. Manajemen Perpustakaan Sekolah. Yogyakarta: Pinus.
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. 2007. Salinan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 tahun 2007 Tentang Perpustakaan. Jakarta: Kepala Biro Peraturan Perundang-Undangan Bidang Politik dan Kesejahteraan Rakyat.
Rimbarawa,2006. Kosam dan Supriyatno. Aksentuasi Perpustakaan dan Pustakawan. Jakarta: Ikatan Pustakawan Indonesia Pengurus Daerah DKI Jakarta.
Sugianto, Dwi. 2007. Kurikulum Berbasis Kompetensi Implikasinya Dalam Penyelenggaraan Perpustakaan Sekolah. Malang: Perpustakaan Universitas Negeri Malang Edisi 1, No. 2:48-56.
Susanto. 2007. Pengembangan KTSP Dengan Perspektif Manajemen Visi. Jakarta: Matapena.
Tanpa nama pengarang. 2008. Buku Pedoman Perpustakaan Sekolah. Pemerintah Propinsi Jawa Timur Badan Perpustakaan.
Tanpa nama pengarang. 1990. Ensiklopedi Nasional Indonesia.







Lampiran 1


DATA JUMLAH BUKU PERPUSTAKAAN DI SMAN 1 PAGAK TAHUN 2009
NO. KELOMPOK BUKU JUMLAH JUDUL JUMLAH (Eksemplar) KETERANGAN
1 Pelengkap Belajar/Nonfiksi 6.944 29.128
2 Paket/Utama 17 6.468 Kurikulum 1994
3 Fiksi 1.412 2.474
Jumlah 8.373 38.070
















Lampiran 2


DATA KUNJUNGAN/PEMINJAMAN BUKU SISWA BERPRESTASI
KE PERPUSTAKAAN SMAN 1 PAGAK

No.
Nama Siswa
Prestasi
Tingkat Keterangan/ Tahun Perolehan
1
2
3
4
5
6
7












Lampiran 3


DATA PEMINJAM BUKU PERPUSTAKAAN SMAN 1 PAGAK
TAHUN PEMBELAJARAN 2006–2009

NO Bulan Jumlah Peminjam (orang ) Jumlah buku yang dipinjam (Exp)
2006/2007 2007/2008 2008/2009 2006/2007 2007/2008 2008/2009
1 Juli - 277 - - 233 -
2 Agustus 195 289 236 263 368 430
3 September 250 319 234 348 366 364
4 Oktober 67 137 252 193 170 297
5 Nopember 244 296 463 293 367 471
6 Desember 185 284 184 233 367 247
7 Januari 72 159 114 103 210 160
8 Februari 284 224 293 286 312 365
9 Maret 251 476 315 459 587 380
10 April 324 281 533 281
11 Mei 278 304 406 535
12 Juni 50 168 80 228
Prosentase Siswa


Lampiran 4


DATA KUNJUNGAN SISWA KE PERPUSTAKAAN SMAN 1 PAGAK
TAHUN PEMBELAJARAN 2006—2007

No. BULAN JUMLAH PENGUNJUNG KETERANGAN
2006—2007 2007—2008 2008—2009
1. Juli 471 661 -
2. Agustus 946 554 825
3. September 1.108 685 695
4. Oktober 535 456 972
5. Nopember 752 903 962
6. Desember 566 869 1.136
7. Januari 716 536 195
8. Februari 525 793 1.180
9. Maret 1.973 4.861 1.007
10. April 544 358 -
11. Mei 309 839 -
12. Juni - 380 -
Jumlah 8.445 1.1715 6.972
Sumber: Perpustakaan SMAN 1 Pagak, Th 2009.


Lampiran 5


DATA KEPEMILIKAN BUKU PENUNJANG PEMBELAJARAN SISWA SMAN 1 PAGAK
KELAS XI IPS TAHUN PEMBELAJARAN 2008/2009
PER MATA PELAJARAN

No. MATA PELAJARAN JUMLAH SISWA YANG MEMILIKI BUKU PROSENTASE DARI 100 SISWA
1. Pendidikan Agama 66 66
2. Bahsa Indonesia 47 47
3. Bahasa Inggris 30 30
4. PKn 3 3
5. Matematika 43 43
6. Ekonomi 48 48
7. Geografi 30 30
8. Sosiologi 37 37
9. Olah Raga - -
10. Kesenian - -
11. Teknologi Informasi dan Komunikasi 17 17
12. - - -
Sumber: Penulis, 2009.
Lampiran 6


JUMLAH RATA-RATA KEPEMILIKAN BUKU PENUNJANG BELAJAR MASING-MASING SISWA SMAN 1 PAGAK
KELAS XI IPS TAHUN PELAJARAN 2008 / 2009
No. SISWA YANG MEMILIKI BUKU (dengan jumlah eksemplar) JUMLAH
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Jumlah Siswa 4 5 5 7 11 21 17 7 11 7 4 1
Sumber: Penulis, 2009.















Lampiran 7


JENIS, RASIO, DAN DESKRIPSI SARANA RUANG PERPUSTAKAAN
No. JENIS BUKU RASIO DESKRIPSI
1. Buku Teks Pelajaran 1eksemplar/mata pelajaran/peserta didik, ditambah 2 eksemplar/mata pelajaran/sekolah Teramasuk dalam daftar buku teks pelajaran yang ditetapkan oleh Medniknas dan daftar buku teks muatan lokal yang ditetapkan oleh Gubernur
2. Buku Panduan Pendidik 1 eksemplar pelajaran/guru mata pelajaran bersangkutan ditambah 1 eksemplar/mata pelajaran sekolah
3. Buku Pengayaan 840judul/sekolah Terdiri dari dari 60% nonfiksi dan 40% fiksi
Banyak eksemplar/sekolah minimum 1.000 untuk 6rom- bongan belajar
1.500 untuk 7—12 rombongan belajar
2.000 untuk 13—24 rombongan belajar
4 Buku Referensi 10judul/sekolah Sekurang-kurangnya meliputi Kamus Besar Bhs Indonesia, Kamus Bhs Inggris, Ensiklopedi, Kitab Suci, Kitab UU, dan Peraturan Pemerintah, Buku Telepon
5 Sumber Belajar lain 10judul/sekolah Sekurang kurangnya meliputi majalah, surat kabar, globe, peta, gambar pahlawan nasional, CD pembelajaran, dan alat peraga matematika

1 komentar:

  1. luar biasa Makasih ya infonya

    Bagi yang memiliki online shop dan ingin membuat website toko online lengkap, desain menarik, gratis penyebaran, SEO, Backlink, agar usaha nya mudah ditemukan banyak pembeli di internet, sehingga bisa meningkatkan penjualan, klik ya.. Jasa Pembuatan Website Toko Online Murah

    Pusat Penjualan Hijab Jilbab Kerudung Terbaru harga termurah di Indonsia : Grosir Jilbab Murah di Indonesia.

    BalasHapus