Powered By Blogger

Senin, 11 Januari 2010

HADIAH DARI NEGERI SAKURA

Desember 2009 lalu saya memulai berkomunikasi via facebook dengan salah seorang alumnus SMAPa yang sekarang berada nun jauh di sana, di negeri seberang, negeri sakura, di Jepang! Suwarni namanya. Komunikasi yang tersambung lagi ini terjadi secara tidak sengaja ketika saya berkelana di situs SMAPa dan kemudian memasuki Facebook-nya SMAPa. Kali pertama saya terkejut juga lantaran lama tak ada beritanya, eh... tahu-tahu sudah berada di rantau orang. Rupanya dia juga terkejut dan penasaran pada saya, sebab dalam facebook itu saya tak menampilkan foto diri. Saya lebih suka menampilkan foto sepeda motor yang menjadi tunggangan selama lebih dari setahun belakangan. Honda Astra 90cc warna merah buatan tahun 1975 yang telah dimodif habis oleh pemiliknya terdahulu. Dia bertanya, "apakah ini pak Is yang pembina InsKreaSi itu ya?" Dan tidak menanyakan tentang Geografi, matapelajaran yang juga pernah saya ajarkan kepadanya. Dia juga tidak bertanya atau berkomentar tentang sepeda motor yang di negeri asalnya, yang juga sekarang dia tinggali itu sudah masuk museum atau bahkan sudah tak berbekas.

Ketika masih di SMAPa, dia memang menjadi salah seorang aktifis yang cerdas dan rajin. Dia pernah duduk sebagai pemimpin redaksi majalah triwulan InsKreaSi, kependekan dari Inspirasi dan Kreasi Siswa dan saya ketika itu sebagai pembinanya. Interaksi antara saya dengan dia sangat intensif. Apalagi ketika mendekati deathline. Wajar kalau dia mengawali komunikasi via facebook menanyakan hal itu.

Anak Desa Pandanrejo ini mengawali cerita tentang susahnya masuk sebagai tenaga kerja di Jepang. Setelah melalui jalan berliku, akhirnya dia bisa juga bermigrasi untuk mencari kerja ke Jepang melalui Semarang. Kemudian dia mengisahkan bahwa dia berada di Jepang sudah dua tahun lebih. Statusnya kini sebagai siswa training yang dalam bahasa Jepangnya disebut kensyusei. Pada tahun pertama dia hanya dibayar dengan upah yang setara untuk biaya makan saja karena statusnya masih siswa training. Sekarang ini dia sudah di tahun kedua. Dan pada tahun ketiga nanti dia baru naik menjadi siswa praktek. Walaupun begitu, dia sudah bekerja di perusahaan bubut onderdil mobil untuk produk yang paling bonafid dari Nissan Motor dan Lexus. Menurutnya, perusahaan tempat dia bekerja termasuk klasifikasi home industry yang terletak di Saitama Prefektur Kodama Macy, sekitar dua jam perjalanan dari Tokyo, ibukota negara Jepang. "Wah dua jam perjalanan itu setara dengan berapa kilometer ya?" tanya saya dalam hati. Sebab keretaapi di Jepang itu anggapan saya lajunya sangat kencang. Singkasen, keretaapi tercepat di Jepang, juga di dunia itu saja lajunya 450km/jam. Terus keretaapi yang ditumpai Suwarni itu berapa ya kecepatannya? Mudah-mudahan di lain waktu Suwarni bisa menjelaskan.

Ketika saya tanya, berapa besar gaji yang diterima dan apakah sama dengan orang Jepang? Cewek mandiri ini menjelaskan bahwa gaji orang Jepang dengan nonJepang tidak sama, walau jenis pekerjaannya sama. Cewek yang kata pak Sawiyo tambah cantik ini juga tidak mau mengaku jumlah penghasilannya tiap bulan. Secara diplomatis dia mengatakan, "gaji kalau dilihat ya banyak, tapi kalau di Jepang hanya standar saja karena biaya hidup mahal. Belum lagi untuk biaya bayar telepon, sewa rumah, bayar listrik, dll". "Harus pinter-pinter ngatur uang", tambahnya. Dituturkannya pula bahwa hampir setiap hari dia bekerja sehingga jarang keluar. Bahkan liburan tahun baru yang baru lalu selama satu minggu, dia diajak temannya yang orang Brazil kerja sampingan di perusahaan makanan jadi.

Lantaran sudah lebih dua tahun di Jepang, saya berasumsi tentu dia sudah pintar bahasa Jepang. Kemudian saya bertanya yang arahnya hanya sekedar guyonan, "eh, u tentunya sudah pintar bahasa Jepang ya. Klo bahasa Jepangnya byayak-an itu apa ya?" Maksud saya kalau dijawab dengan bahasa Jepang, saya akan mengatakan, "apa nggak keliru. Setahu saya bahasa Jepangnya byayak-an itu horoto kono." Eeeh tahunya dia menjelaskan bahwa tidak bisa berbahasa Jepang. Komunikasi yang dilakukan sehari-hari dengan memakai bahasa tubuh. Apa iya begitu? Jadinya tentang horoto kono itu tidak jadi saya sampaikan.

Ketika di facebooknya terpampang berbagai foto, lalu saya kontan meminta foto pemandangan gunung Fujiyama yang terkenal itu, seperti yang terpampang di atas. Pikir saya foto tersebut bisa digunakan media pembelajaran pada Kompetensi Dasar Litosfer dan Gejala-gejalanya, submateri Vulkanisme pada semester 2, di kelas X. Lumayan khan!. Lalu cewek pemberani ini menuturkan bahwa foto gunung Fuji itu diambil ketika dalam perjalanan dengan keretaapi. Dia bahkan mempersilahkan mengambil semua foto yang saya sukai. Juga kepada bapak dan ibu guru lain kalau ada yang berminat.

Gunung Fuji merupakan salah satu vulkan yang ada di Jepang. Maklum, Jepang juga merupakan salah satu negara kepulauan yang merupakan sabuk gunung berapi dari rangkaian sirkum Pasifik. Gunung api strato itu nyaris berbentuk kerucut sempurna dengan puncak yang diliputi salju. Berbicara salju, saya teringat kalau sekarang ini di lintang sedang dan tinggi belahan Bumi utara sedang musim salju. Apalagi di album foto Suwarni itu terpampang pula foto-fotonya yang bernuansa musim salju. Dalam foto itu, dia terlihat sedang menahan dingin walau sudah bertopi dan berpakaian tebal sebagai pengusir hawa bersalju itu. Kemudian saya berkomentar dalam facebook, "wah enak ya kalau musim salju! Kalau kehausan tinggal ambil juruh plus buah, dan kalau perlu tambah susu kental manis. Jadi deh es campurnya. Lalu ambil sedotan dan... siip". Eeh ternyata di tempat kerjanya jarang terdapat salju. Dia mengalami di lingkungan bersalju seperti yang terpampang pada foto-foto itu baru sekali, ketika berlibur di tempat lain. Mungkin Suwarni berdomisili di Jepang Selatan yang iklim memang hampir sama dengan di Indonesia. Sedangkan di Jepang Utara memang sudah beriklim sedang. Jadi ya mengalami empat musim yang satu di antaranya musim salju. Bunga endemik dari Jepang yang terkenal pun tak luput dari bidikannya. Bunga itu ditampilkan mulai dari kuncup, mekar, dan ketika musim salju. Rupanya jiwa fotografinya menggelitik untuk mengabadikan setiap momen di sela kesibukan kerjanya di negeri yang luas hutannya mencapai 60% dari seluruh luas wilayahnya itu. Semoga sukses. Demikian tulisan saya dari hasil facebook-an dengan cewek yang katanya setelah pulang dari negerinya Sincan ini mau meneruskan ke its, institut temani suami.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar