Powered By Blogger

Senin, 20 Juni 2011

KOPI YANG TAK BERBUAH MAKSIMAL

"Itulah dampak lain dari tingginya curah hujan", tutur seorang warga di Desa Sidomulyo Kecamatan Sumbermanjing menjawab pertanyaan "nuansa masel" tentang sedikitnya buah kopi yang dihasilkan tanaman kopi di sana, padahal pohonnya terlihat tumbuh subur. Dalam keadaan normal, buah kopi tersebut akan berderet di sepanjang ranting pohon kopi. Sedang buah kopi yang ada menggerombol tak seberapa banyak. Bahkan di antaranya sudah rusak sebelum dipetik.

Desa Sidomulyo yang secara administratif masuk Kecamatan Sumbermanjing berada di ketinggian 375m di atas permukaan laut. Geomorfologinya berupa daerah berbukit dan berlembah curam yang berdekatan dengan laut selatan, yakni samudera Indonesia/samudera Hindia. Secara geologis, daerah tersebut tersusun dari formasi batuan kapur yang terlihat berselang-seling batuan vulkanis. Bahkan di antaranya ditemukan pula semacam batuan metamorf. Tanahnya relatif subur dengan vegetasi penutup berupa pertanian perkebunan. Seperti yang di-posting-kan sebelumnya, bahwa daerah tersebut merupakan daerah penghasil perkebunan cengkeh, kelapa, kopi, pisang, manggis, durian, dan beberapa hasil pertanian lainnya. Daerah ini juga kaya akan mineral dan bahan galian. Curah hujan yang ekstrim akibat dari gangguan iklim global "La Nina" mengakibatkan produk perkebunan turun, seperti halnya kopi. Nampak kuat pengaruh iklim (dalam hal ini tingginya curah hujan) terhadap perkembangan pembuahan tanaman perkebunan, tidak terkecuali kopi.

Kopi yang ditanam di desa tersebut ada dua jenis, yaitu kopi robusta dan kopi arabika. Namun kopi robusta yang nampaknya mendominasi tanaman perkebunan penduduk. Ada yang menuturkan karena kopi robusta yang berdaun lebih kecil dari kopi arabika itu lebih mudah perawatannya dan tanah hama dan penyakit.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar